06 September 2009

Setetes Nasionalisme

Siang itu matahari bersinar terik, 2 anak perempuan berseragam SMP terlihat berjalan sambil mengobrol. Obrolan berkisar pada dunia remaja seperti musik dan artis.

"Selera elo rendah!" kata si gadis yang satu kepada temannya seorang anak perempuan bertubuh kurus seperti lidi.

Si kurus terhenyak, tanpa segan ia memamerkan wajah sebalnya. "Ngapain sih elo suka sama lagu lagu Indonesia?" serang temannya sekali lagi. "Emang kenapa?" tanya si kurus tandas.,,,,"Kampungan, tahu!!" balas temannya lagi.

Kali ini anak kurus itu tidak berkata kata kecuali terdiam,,,,

Penggalan dialog puluhan tahun silam itu tiba tiba terngiang lagi saat sedang ramainya klaim budaya Indonesia oleh Malaysia.

Anak kurus yang kini telah dewasa itu hanya bisa tersenyum sinis mendengar orang orang yang terbiasa menari balet dan salsa, menyukai musik Jazz tiba tiba ikut berteriak saat reog Ponorogo dan tari pendet dicolong oleh Malaysia. Orang orang yang selalu bangga bila cas cis cus dalam bahasa Inggris kini seperti kebakaran jenggot.

Tiba tiba rasa bangga akan budaya dan bahasa Indonesia demikian meruak.

Ia hanya bisa mengurut dada, Ia produk masa kini tapi tak pernah bisa lebur dengan kekinian. Ia mencintai segala sesuatu yang kuno dan usang yang berasal dari negerinya. Seperti lagu lagu Ismail Marzuki yang diciptakan jauh sebelum ia lahir, film film jadul seperti Gita Cinta dari SMA. File file sejarah yang dilupakan orang tapi justru terlihat sexy di matanya.
Ia benci Jazz, musik barat yang menampilkan nada nada setengah dan selalu tanggung itu serta selalu heran kenapa jika Java Jazz bisa diadakan setahun sekali dengan gegap gempita tapi tidak ada dana untuk event musik tradisional yang dipadukan dengan musik pop Indonesia misalnya.
Ia mengagumi bahasa bahasa etnis kepulauan dan selalu menunggu nunggu karya iklan rokok yang menampilkan budaya Indonesia.

Benar ia pernah menyukai boys band luar negeri seperti Boyzone, Backstreetboys tapi itu tidak menghilangkan kesukaannya akan pemusik pemusik lokal seperti Chrisye, Kahitna, Gigi dan sederet group musik pada masa itu. Ia justru bertepuk tangan keras keras saat melihat konser Chrisye yang menampilkan Waljinah.

Kali ini ia menggeleng geleng, sesuatu yang dianggap kampungan di masa lalu kini menjadi trend. Trend nasionalisme.

Tidak ada komentar: