14 Mei 2009

Candu Sejarah

Sejarah membosankan?.....Itu pendapat kuno...

Justru sejarah hampir senafas dengan keseharian kita. Bukankan setiap orang selalu mempunyai sejarah dalam titik kehidupannya. Contoh dasar kita mempunyai akte lahir yang merupakan bukti formal sejarah pendek keberadaan diri kita.

Dengan memperhatikan masa lalu dapat diambil tindakan untuk masa mendatang.

Tentu sejarah menjadi semakin menarik jika pemaparannya bukan sekedar menunjukkan angka tahun yang beku tapi mampu mereka reka apa yang terjadi pada masa tersebut.

Misalnya pada tahun 1293 Narrarya Sanggramawijaya membuat
pranyatan kamardikan berdirinya kerajaan Majapahit di bekas hutan tarik dan menjadi raja yang bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana. Tentu akan lebih menarik jika dipaparkan konflik perjuangannya melawan Raja Gelang Gelang keturunan wangsa Kediri, Jayakatwang, kecerdikannya menggunakan pasukan Tartar untuk memukul balik Gelang Gelang dan saat saat pamannya raja Singasari, Sri Kertanegara pralaya dalam pertempuran.

Betapa banyak celah celah yang dapat dikembangkan menjadi cerita sendiri, menjadi sebuah novel.

Saya memiliki 2 novel yang berlatar belakang sejarah Majapahit, yang pertama Senopati Pamungkas dari Arswendo Atmowiloto dan yang kedua merupakan pentalogi Gajah Mada karya Langit Kresna Hadi (LKH).

Keduanya mengambil sudut pandang yang berbeda namun sama menariknya. Dalam senopati pamungkas, penceritaan Arswendo meluas sampai ke permasalahan antar tokoh tokoh silat mancanegara dengan jago utama Upasara Wulung. Sedangkan dalam Gajah Mada, LKH lebih banyak menuliskan peranan para senopati, mahapatih dan keluarga istana dalam menghadapi intrik di kerajaan itu sendiri.

Seperti halnya dalam Arok Dedes karya lawas Pramoedya Ananto Toer. Saya sudah lama mengejar buku ini ke toko buku antik dan baru menemukannya di Zoe.

Kisah Arok Dedes sendiri sudah cukup populer, tapi saya tertarik dengan cara Pram mengetengahkan cerita ini dari sudut pandangnya. Pram menghapus habis semua mitologi yang menyelimuti. Dari kisah mitos berubah menjadi kisah strategi perebutan kekuasaan yang mencengangkan yang kemudian dikenal dengan kudeta merangkak.

Buku Arok Dedes merupakan awal dari tetralogi Arok Dedes yang memaparkan kisah intrik politik kerajaan kuno Nusantara, namun sayang buku keduanya yang berjudul Mata Pusaran tidak akan ditemukan dimanapun, karena naskahnya hilang sebelum diterbitkan, disita oleh Orde Baru saat ia akan meninggalkan pengasingannya Pulau Buru.

Buku ketiga yang berjudul Arus Balik, sudah beredar di pasaran. Kebetulan saya sudah membaca simpul terakhir dari tetralogi Arok Dedes yang berjudul Mangir yang disajikan dalam bentuk lakon sandiwara. Mangir sendiri berkisah tentang strategi panembahan Senopati menaklukkan Tanah Perdikan Mangir yang tidak mau tunduk di bawah Mataram.

Nah, jika para penulis papan atas sudah menuliskan sejarah dengan penafsiran masing masing, masihkah sejarah dianggap sebagai topik yang menjemukan?...

Tidak ada komentar: