09 Februari 2015

Mengenang Pangeran Pemberontak

2 jam perjalanan Sawangan-Medan Merdeka Timur demi sesi pameran selama 15 menit? Beneran?..Bener banget.

Semua gara-gara saya melihat publikasi pameran "Aku Diponegoro" di Galeri Nasional. Galeri Nasional itu terletak di jalan Medan Merdeka Timur, bedakan dengan Museum Nasional. Tempat ini letaknya tepat di seberang stasiun Gambir; cukup gampang dicapai, patokan juga sangat jelas.



Jadilah Minggu Sore kita berangkat.  Mengabaikan rasa malas yang biasa timbul menjelang hari Senin. Setidaknya ritual hari Minggu, yaitu tidak kemana-mana demi menjaga stamina menghadapi Senin terpatahkan sudah.  

Karya Instalasi
Pameran ini diadakan oleh yayasan Arsari, yayasan yang dimiliki keluarga Djojohadikusumo. Sepertinya keluarga ini memang memiliki keterkaitan khusus dengan kisah sang Pangeran.  Bahkan mereka juga mensubsidi buku yang menjadi hasil penelitian Peter Carey tentang Diponegoro - KUASA RAMALAN. Katanya, seperti yang ditonton di youtube, moyang keluarga Djojohadikusumo yaitu Tumenggung Banyak Wide adalah salah satu pengikut Diponegoro. Bener apa tidaknya..ya embuh yaaa...

Terlepas dari politik-politikan. Diangkatnya nama Diponegoro melalui penelitian, buku dan pameran sungguh sangat menyejukkan.  Kita yang berasal dari generasi sekarang jadi lebih melek sejarah, gak gampang lagi dibego-begoin, walaupun nih,,,Orang bule yang akhirnya meneliti sisik melik Diponegoro, pahlawan bangsa Indonesia.

Satu catatan lagi; saat sedang mengantri giliran masuk ruang pameran, ternyata pengunjung didominasi oleh anak-anak muda loh..Wowww, salut!

Sebenarnya saya dapat berita, khusus untuk sahabat BPPI (Badan Pelestari Pusaka Indonesia) diberikan kesempatan untuk didampingi Peter Carey sebagai kurator untuk hari Minggu ini jam 5 sore asalkan mendaftar dulu lewat email.  Tapi tidak ada tanda-tanda ada acara itu pas saya datang.
Karya PIENEMAN
Isi ruang pameran sendiri adalah lukisan Sang Pangeran berdasarkan ragam persepsi. Tentu saja 2 mahakarya lukisan penangkapan Diponegoro karya Pieneman dan Raden Saleh turut pula dipamerkan.  Wajah Pangeran Diponegoro dalam lukisan serta merta membuyarkan deskripsi muka Ratno Timoer...hahah..ingat kan film "Pahlawan Gua Selarong" yang dibintangi beliau.

Yang paling menarik perhatian pengunjung adalah ruang dimana tongkat, tombak dan pelana Diponegoro dipamerkan.  Tongkat Kyai Cokro yang diperkirakan dibuat pada abad ke 16 untuk Sultan Demak dan kemudian diberikan pada Diponegoro baru saja dikembalikan pada pemerintah RI.

Tongkat Kyai Cokro
Lagi asyik-asyiknya memotret terdengar suara petugas keamanan yang menyatakan waktu kunjungan sudah berakhir dan rombongan berikutnya akan segera masuk. Ternyata tiap rombongan hanya diberi waktu 15 menit. Kalau belum puas silakan keluar dan ikut rombongan berikutnya.

Overall, pamerannya ok cuma usul agar tiap rombongan yang masuk langsung ditunjuk satu pemandu jadi tidak berkeliaran sekenanya dan informasi yang diberikan jadi lebih jelas.

Selesai pameran, kami menyeberang ke stasiun Gambir menikmati kopi dan makan malam yang menyenangkan di salah satu kedai stasiun sebelum akhirnya menempuh hampir 2 jam perjalanan pulang.






Saya sebenarnya paling suka lukisan ini..
Wajah Diponegoro menurut persepsi pelukis

Tidak ada komentar: