27 Januari 2015

Sekali Lagi KPK

Dengan santai saya berjalan kaki dari kantor menuju gedung KPK.  Untung sore ini udara cerah setelah tadi seharian diguyur hujan.

Setelah tadi pagi tersiar kabar penangkapan wakil ketua KPK Bambang Widjoyanto oleh Bareskrim, saya berniat, mumpung kantor berdekatan untuk mampir di gedung KPK.

Bukan, saya tidak ingin sok-sok ikutan demo bareng aktivis untuk #SaveKPK tapi sekedar mendokumentasikan kejadian ini. Jangan kuatir, tidak ada selfie muka saya dalam foto-foto :).  Tentu saja saya bersimpati tapi kalo ikut-ikutan demo untuk sekedar gaya-gayaan sih, Nehi ya..


Ini bukan saya
Saya kurang menyukai Abraham Samad karena terlalu sering tampil memenuhi undangan talk show di TV Swasta.  Mengingat kasus yang bertumpuk rasanya kurang elok kalau beliau sibuk dengan acara-acara di luar tugas utamanya.  Harusnya sih Bambang Widjayanto yang menjadi ketua KPK ya.


Sampai di tempat, terlihat polisi sudah berjaga-jaga, tentu saja karena demo sudah dimulai dari jam 15:00 tadi.  Sebuah mobil jip diparkir.. Seseorang terlihat berorasi, ternyata ada satu kelompok berasal dari serikat buruh. Di tangga pintu masuk lobby telah berkumpul para aktivis, beberapa sering tampil di media massa dan juga masyarakat sipil seperti para karyawan yang berkantor di kitaran Rasuna Said.



Poster-poster dukungan telah diacungkan, orasi demi orasi dikumandangkan.  Orasi agitatif didengungkan oleh kelompok yang mengaku sebagai serikat buruh.  Tepat di hadapan mereka berjejer rapat para petugas dari kepolisian.  Saya tanpa sadar memperhatikan kaus yang dikenakan sang orator, gambar Che Guevara, gambar kaus yang lazim dikenakan oleh para aktivis pergerakan.  Geregetan, ingin rasanya mencopot kaus itu, husss...jangan berpikir macam-macam, maksud saya ingin menyodorkan kaus bergambar Tan Malaka kek, Semaun kek atau Mas Marco.  Indonesia tidak kekurangan tokoh pergerakan yang keren kok.
Melihat tingkah sang orator, terbersit rasa iba pada para bintara polisi yang rata-rata berusia muda itu.  Menerima sindiran demi sindiran karena kelakuan para pucuk pimpinan mereka memang tidak mudah.  Untunglah mereka sudah terlatih.


Selesai berorasi kelompok buruh itu pun beringsut meninggalkan gedung entah kemana.

Saya mengamati polah tingkah para pendemo.  Ada yang berfoto dengan para petugas sambil memegang poster sementara yang lain ada yang menerbangkan drone.

Beberapa tokoh masyarakat bergantian berorasi di pelataran lobby.  Semuanya menumpahkan sumpah serapah pada Budi Gunawan, dan menanyakan kemana presiden Jokowi. Yang mencolok adalah datangnya seseorang bertubuh besar dengan rambut dicat pirang macam Mamiek Podang, bukan ala Zayn Malik loh :) dan berseragam ala-ala Pemuda Pancasila gitu, loreng warna merah gak jelas lah.

Lah, ternyata paranormal Ki Kusumo.  Nah lo mau ngapain nih??  Orang itu bergerak maju sampai berdiri di sebelah host...eh bukan, itu sih buat acara kuis...apa ya?  O iya koordinator acara barangkali..
Dari tampang-tampangnya sih kayaknya mau orasi juga nih.  Udah ngebet banget mau ngerebut megaphone.

Akhirnya koordinator acara memberikan juga megaphone.  Dan..nggak penting sih orasinya...numpang eksis gitu...hahahhah.

 

Setelah itu ada puisi yang dibacakan secara dramatis oleh mbak-mbak.  Yah bolehlah semangatnya.

Tokoh-tokoh masyarakat yang terlihat pada hari ini adalah juga yang mendukung Jokowi menduduki kursi kepresidenan.  Tentu mereka kecewa, marah melihat lembaga yang menjadi tumpuan pemberantasan korupsi diobok-obok dan belum selesai juga keterkejutan mereka dengan dinominasikannya Budi Gunawan sebagai Kapolri.  Mungkin terbersit pula kekecewaan akan sikap Jokowi yang terkesan hening.


Saya juga memilih Jokowi saat pilpres kemarin, kecewa? sedikit mungkin, menyesal? tidak. 

Dalam Catatan Seorang Demonstran-nya Soe Hok Gie. Gie adalah mahasiswa yang tidak puas akan pemerintahan Soekarno yang dianggapnya bobrok dan penuh foya foya dan memposisikan diri berlawanan dengan pihak Soebandrio yang Komunis. Diakui atau tidak Gie sebagai mahasiswa dengan popularitas yang kuat di kalangan akademisi dimanfaatkan oleh Angkatan Darat yang memang getol menjalin koneksi dengan cendikiawan dan mahasiswa untuk melemahkan pengaruh komunis dan Soekarno.  Kelak Gie akan menyesal setengah mati karena pengganti Soekarno dari pihak yang didukungnya berkali-kali lebih otoriter.

Rasanya saya tidak akan seperti Gie, kebebasan mengutarakan pendapat sudah berjalan cukup mantap. Masyarakat bebas menyuarakan aspirasinya lewat beragam media tanpa takut didatangi aparat.  KPK bukan baru sekali ini saja mengalami cobaan, tapi bukankah dengan dukungan rakyat waktu itu, polisi akhirnya menyerah.  Kasus perseteruan Prita dengan RS Omni juga membuktikan gerakan masyarakat yang mampu membalikkan keadaan.

Yang tidak boleh dilupakan, rontoknya Soeharto dari kekuasaan selama 32 tahun juga akibat berhimpunnya seluruh rakyat yang selama ini diremehkan oleh lingkaran kekuasaan di sekelilingnya.

Tinggal kita berusaha terus konsisten bersuara, berteriak agar para pemegang mandat tetap berada dalam koridor yang semestinya.  Butuh waktu dan kesabaran memang, tapi selalu ada jalan bagi orang-orang yang tabah dan tekun.

Dan untuk Abraham Samad buruan tuntaskan kasus Budi Gunawan,jangan sampai sudah konferensi pers mengumumkan status tersangka tapi berkas tidak juga lengkap.




1 komentar:

Dwi Puspita mengatakan...

hahaha tak pikir yg foto di atas itu mbak nya...pisss yg mega kertas bertuliskan saya kpk