Deuuhhhh!!!....jalan di bawah matahari terik ditambah polusi adalah hal yang paling dibenci perempuan manapun, walaupun yang mengaku paling tomboy dan gak peduli dengan tetek bengek kecantikan.
Termasuk saya yang cuma setengah tomboy setengah
pesolek. Sepanjang kaki melangkah, saya
tak henti bersumpah serapah..dalam hati.
Maksud hati mencari gedung Candra Naya setelah mengunjungi
Museum Arsip. Sialnya informasi tentang petunjuk
arah gedung ini cukup minim, kalaupun ada malah ngaco, sehingga nasib saya
seperti ini…terlunta-lunta di jalan Gajah Mada, Jak-Pus yang panasnya mirip
neraka bocor ditambah polusi kelas berat.
Bagi yang belum pernah tahu tentang gedung Candra Naya, bisa
di google. Gedung itu dulunya milik Majoor
de Chineezen, Khouw Kim An yang dibangun oleh kakeknya yang bernama Khouw Tian
Sek sekitar awal abad 19. Tahun 1960 –
1970 an gedung ini sering dipakai sebagai tempat kawinan mewah masyarakat
Tionghoa.
Oya, dulunya gedung ini dikenal dengan nama Landhuis Kroekoet pada jaman Belanda dulu.
Berjalan di sepanjang trotoar Jalan Gajah Mada dari Museum
Arsip ke halte Sawah Besar dengan mengambil arah berlawanan, sejajar Gedung
Arsip sangat tidak disarankan. Trotoar
di sisi itu hancur lebur seperti habis digaruk traktor, sama sekali tidak layak
untuk pejalan kaki.
Gambar Gedung Candra Naya koleksi Tropen Museum |
Gajah Mada Plaza sendiri terletak di dekat halte Sawah Besar dan kelihatannya dari jarak Museum Arsip ke halte itu lumayan dekat. Kelihatannya!...
Menyesal setengah mati tidak menyeberang untuk naik angkot
dan tambah menyesal saat sampai di depan Plaza, ternyata hotelnya adalah Grand
Mercure…DUERRR!!!..udah jalan panas-panasan, digodain abang-abang yang
nongkrong sepanjang trotoar eh gak ketemu yang dicari.
Ngadem dulu di Plaza, Ngademin kepala sama hati.
Bertanya pada satpam dan bagian informasi tentang letak
Novotel juga sia-sia belaka, apalagi tentang gedung tua kuno bernama Candra
Naya.
Sedikit titik terang, saat susah payah mencari lewat
internet BB, tentang keberadaan Novotel yang berada sekitar Glodok..yang
berarti berada di arah berlawanan.
Akhirnya naik angkot di depan Plaza, dan bertanya apa lewat
Novotel, Pak Supir dengan mantap mengangguk…halah…dari tadi aja mending kalau
tahu kayak gini mah.
Sekitar 10 menit kemudian, melewati halte Olimo akhirnya, angkot
berhenti di depan Novotel.
Dan, saya segera mengarahkan pandang ke arah belakang, benar
saja, itulah Gedung Candra Naya berdiri sedikit terpencil diapit hotel dan Seven
Eleven, serta dinaungi oleh pencakar
langit Super block Green Central City.
Kepanasan, capek dan sedikit jengkel masih bersisa. Saya mampir ke Sevel, mengambil minuman dan
duduk di pelataran sambil memandangi sosok bangunan bersejarah yang
kelihatannya masih terawat dengan sangat baik.
Setelah cukup minum, mengumpulkan tenaga, saya bangkit melihat-lihat gedung tersebut. Ada satpam yang berjaga. Kelihatannya satpam ini juga merangkap penjaga sekitar apartemen Green City. Ia menggeleng saat ditanyakan pemandu gedung Candra Naya. Pemandunya sedang makan siang katanya. Tapi ia menemani saat saya masuk ke dalam untuk melihat-lihat.
Di dalam gedung sebenarnya sudah kosong, jadi mirip aula dengan sana sini tergantung lampion merah, ada ruangan-ruangan kecil berisi altar pemujaan. Demikian juga gedung kecil di sisi kiri gedung utama. Bingkai-bingkai berisi kata-kata mutiara Cina bergantungan di dinding.
Menurut pak Satpam gedung ini sekarang berada di bawah perawatan GCC. Hmmm, nampaknya GCC berniat menjadi Candra Naya sebagai icon, tapi kelihatannya kurang promosi.
Lalu dengan diserahkannya segala macam perawatan ke tangan GCC, bagaimana peranan pemerintah sendiri, mengingat ini adalah benda cagar budaya. Entahlah.
Lalu dengan diserahkannya segala macam perawatan ke tangan GCC, bagaimana peranan pemerintah sendiri, mengingat ini adalah benda cagar budaya. Entahlah.
Menurut fengshui letak gedung Candra Naya sangat menguntungkan, tempat usaha yang berdekatan dengan gedung itu biasanya sangat menguntungkan, ah mungkin karena itu Glodok menjadi tempat usaha yang tidak ada matinya.
Tanpa pemandu, saya benar-benar buta dan hanya bisa mengira-ngira falsafah (hah?....) gedung ini.
Di halaman belakang yang menyambung dengan dengan apartemen, terdapat perahu naga, entah asli atau tidak. Halaman belakang tentu saja sudah tertutup marmer dan menyisakan kolam kecil ber air mancur.
Saat perayaan Cap Go Meh kemarin, di gedung Candra Naya diadakan festival Bakcang. Setahu saya ada perkumpulan fotografi Candra Naya yang harusnya masih eksis sampai sekarang.
Beberapa saat saya mengelilingi gedung sambil memotret. Puas memotret dan pemandu masih belum datang, akhirnya saya menyerah.
Sudahlah, yang penting, saya sudah sampai ke gedung itu dengan selamat dengan segala kesulitan. Ngucapin alhamdullilah aja lah.
Melihat gedung itu masih terawat baik dan gak terlantar seperti kebanyakan gedung-gedung di daerah Kota menjadi semacam pelipur lara. Alhamdullilah, syukur kepada Gusti Allah...
1 komentar:
Tapi sepertinya ada perubahan-perubahan yang berbeda dari aslinya ya?
Posting Komentar