27 Juli 2011

RENUNGAN PAGI

Menjelang puasa, seperti biasa Om saya yang mantan pejabat mengundang para kerabat untuk bertemu sekedar silaturahmi antar keluarga. Seprtinya sudah biasa pejabat dan mantan pejabat kumpul2 menjelang lebaran :)

Lazimnya acara acara seperti mengundang Ustad, kali ini yang diundang adalah salah seorang Ustad dari lingkar Paramadina.

Ada hal yang menarik diungkap disana, mungkin bukan barang baru hanya saja disampaikan dengan perumpamaan yang menarik.

Definisi orang beriman katanya, bukan sekedar beribadah mengerjakan syariat wajib dan sunnah semata, bukan sekedar percaya kepada Allah.  Jika kita beribadah pada Allah sepanjang umur kita, itu masih kalah dengan Iblis yang telah beribadah selama 60 ribu tahun sehingga Malaikat pun menjadikannya acuan. Namun akhir dari ketaatan selama 60 ribu tahun itu berakhir di neraka abadi akibat satu kesombongan.

Kesombongan merupakan penyakit kronis, ia berdiam di relung hati manusia terdalam siap muncul dengan sekali letikan.  Segala bentrokan antar manusia akibat percikan kesombongan kesombongan dengan bungkus macam macam.  Paling gampang dipicu oleh ras dan agama.

Bom dan pembantaian di Norwegia juga akibat kesombongan ras dan agama.  Norwegia menurut saya adalah salah satu bentuk masyarakat madani versi non muslim.  Dalam banyak hal harusnya negara Muslim melihat negara ini.  Pemerintahan bersih dan masyarakat yang damai merupakan sesuatu yang didengung dengungkan kebanyakan negara Islam, termasuk Indonesia.  Namun Norwegia yang merupakan negara non Muslim justru banyak mengadaptasi hal hal yang dianjurkan oleh Islam melebihi negara Islam sendiri.

Sayangnya kedamaian itu terkoyak oleh kesombongan salah satu warganya.  Sangat ironis karena peristiwa ini merupakan salah satu tanda bahwa masing masing ras dan agama menganggap diri yang paling benar.

Sang Pelaku, Anders Behring Brevik menganggap kolonisasi Islam sudah melebihi batas, sementara di belahan bumi timur, para pelaku bom menganggap barat terlalu mendominasi.  Masing masing mengganggap yang satu lebih superior atau masing masing ingin menjadi yang paling superior.  Hasilnya dapat dilihat,,,,teror yang tidak berujung.

Akhirnya seperti kata Richard Gere, saat wawancara kemarin : Ia tidak tertarik dengan agama, Ia dibesarkan dengan cinta kasih Kristiani tapi at the end,,,lebih memilih jalan Budha bukan Islam karena ia tertarik dengan ketenangan dan ketentraman.

Islam dan Kristiani mengajarkan perdamaian dan cinta kasih, tapi tujuan itu semakin jauh karena rasa superioritas dari pemeluk agama itu sendiri.  Jika manusia tidak bisa mengontrol superioritas kepercayaan itu, agama sebagai Rahmatan Lil Alamin akan seketika hilang, ia tidak lebih menjadi sekedar alat pemaksa.

20 Juli 2011

Grey's Anatomy

Tidak sengaja menonton sekilas Grey's Anatomy season 7, serial tentang sepak terjang para dokter di sebuah rumah sakit di kota besar. 

Tidak terlalu memperhatikan jalan cerita, hanya menoleh sejenak tatkala rekan di sebelah saya berteriak tertahan sementara matanya tidak lepas memperhatikan televisi.  Rupanya episode sekarang ini tentang seorang suami yang tidak terima saat istrinya divonis tanpa harapan hidup, ia merasa dipaksa mencabut alat bantu hidup istrinya, merasa dokter sama sekali tidak memberikan pelayanan seperti yang diharapkan

Sampai suatu ketika ia menggenggam senjata memasuki rumah sakit dan mulai menembaki dokter bedah di sana,

Sampai di sana saya tecenung, seorang pasien kalap sampai mengambil nyawa beberapa dokter, saya tidak tahu apakah ia penerima jamkesnas seperti di Indonesia, tapi nampaknya cukup nyaman bila dibandingkan dengan di Indonesia.

Rasanya kita di Indonesia cukup kenyang dengan pelayanan rumah sakit yang buruk sampai mengakibatkan hilangnya nyawa, dan keluarga pasien tidak dapat berbuat apa apa.  Bisa kita lihat kasus Prita yang sampai berlarut larut di meja hijau gara gara mengeluhkan kualitas layanan rumah sakit Omni yang saya yakin men-charged pasien atau customer mereka dengan cukup mahal namun imbal balik yang diberikan tidak sepadan.

Bila tokoh tokoh dalam Grey's Anatomy saat itu terjadi di Indonesia, saya yakin akan habis seluruh dokter di rumah sakit di Jakarta akibat amukan keluarga pasien yang tidak puas.

Semoga para dokter di Indonesia sempat menonton episode Grey's Anatomy yang ini.

18 Juli 2011

BRAGA, BRAGA

Minggu ini saya menghabiskan week end di Bandung...
Bandung lagi ya,,,,ternyata saya menyukai Bandung belakangan ini.
Ada tempat yang selalu saya tuju jika berada di Bandung....BRAGA....
Saya jatuh cinta dengan jalan Braga yang dipenuhi bangunan kuno.
Parkirlah mobil di jalan Asia Afrika di parkiran bank NISP, bisa berjalan kaki melewati hotel Savoy Homann yang legendaris....Braga berada di di depannya, NISP sendiri merupakan gedung kuno yang terawat dengan sangat baik dan bank ini memang berasal dari Bandung, didirikan tahun 1941.
Mulai Museum KAA dan di seberangnya ada Apotek Kimia Farma yang mengawali jalan Braga.  Berjalan sedikit di sisi kiri ada toko sumber Hidangan, karena tidak ada petunjuk mencolok,saya selalu saja kelewatan.  Ah, saya selalu cinta dengan aura toko roti kuno jaman belanda ini, perabotnya kusam dimakan usia, ada timbangan kue kuno yang besar . Untuk ibu saya, selalu saya menyempatkan diri mampir untuk membeli kastengel yang rasa Belanda banget. 
Hari ini masih cukup pagi, belum genap pukul 10 sehingga toko kue itu belum membuka pintu ruang makan yang ada di sebelahnya, namun sudah ada risoles ayam dan kroket yang rasanya bintang lima.  Baiklah saya membeli itu untuk bekal anak dan suami, sambil memakan bekal itu, kita berjalan menyusuri Braga.  Satu yang sangat disayangkan, Braga seharusnya hanya untuk pejalan kaki, sayang sekali batu andesit hitam yang melapisi jalan tengahnya harus dilalui mobil dan bahkan bis pariwisata.
 
Braga juga langganan untuk foto pre wedding, pagi ini saya melihat sepasang calon pengantin sedang berfoto, iseng saya ikutan mengambil foto pasangan itu.  Akhirnya langkah kaki sampai di depan resto kuno lainnya, Braga Permai, ke sanalah kami duduk beristirahat memesan makanan. 
Melihat sekeliling Braga, saya hanya bisa menyayangkan, ada Aston Hotel di Braga yang rasanya tidak cocok dengan konsep Braga keseluruhan.   Konsep Braga citiwalk yang lebih cenderung ke arah mall juga tidak perlu.  Harusnya Braga Citiwalk adalah konsep dari Jalan Braga itu sendiri, Bragalah yang harus menjadi citiwalk.
Sangat menyenangkan duduk di sisi jalan Braga sambil mengamati mojang bandung yang modis.  Rasanya itu juga yang membuat saya suka dengan Bandung.  Ada gadis, mengenakan sepatu kain yang cantik sedang menunggu angkot, ada juga yang sedang berjalan dengan celana pendek dan menggunakan pasmina dan alas kaki yang cantik.
Saya bukan orang yang tergila gila dengan fashion, namun saya suka mengenakan pakaian modis dengan aksesoris sederhana yang cantik. Rasanya hari itu semangat fashion saya sedang mendaki.  mengenakan  baju terusan coklat polkadot putih, sandal polkadot yang sewarna serta kacamata coklat besar untuk aksesori saya hanya mengenakan cincin bulat  bermotif kotak semi  coklat  dan hijau yang saya beli di Paris Van Java.
Teman saya menyarankan agar mengunjungi The Secret, factory outlet di jalan Riau, sebuah bangunan kotak berwarna hitam, ternyata memang ok, saya sempat naksir dengan clutch bag mirip design Anna Sui. 
Tatkala menuju hotel, tanpa sengaja saya melihat gedung terpencil dengan plang Gedung Indonesia Menggugat, mendadak sontak saya teringat dengan pledoi Soekarno, ah di gedung itu ternyata tempatnya, sialnya gedung itu terlanjur terlewati, dengan arus lalu lintas yang satu arah, terpaksa harus mencari jalan untuk mencapai gedung tersebut.  Kesialan kembali terjadi saat sudah hampir mencapai gedung itu, saya sudah siap membidik dengan Lumix saya, ternyata baterai kamera yang sudah sekarat tidak bisa bertahan lagi, mati tepat saya menekan tombol.  Mengesalkan sekali.
Tapi sekarang saya tahu apa yang membuat saya jatuh cinta dengan Bandung.  Gedung tua, sejarah dan semangat fashionnya.

06 Juli 2011

11 September

Saya masih ingat saat WTC New York terbakar hebat dan akhirnya runtuh.  Seluruh rakyat Amerika dan juga dunia dilanda shock.  Persis seperti adegan film film ala Hollywood, gedung tinggi lambang kemakmuran Amerika itu runtuh dengan sempurna.

Dan seperti dalam film juga, Bush bertindak sebagai Presiden yang berpidato membangkitkan perasaan nasionalisme, semangat bangkit menghadapi teror.  Kejadian 11 september itu menjadi semacam teror yang pertama kali dialami oleh rakyat Amerika.

Seharusnya kejadian itu membuka mata rakyat Amerika, bahwa teror semacam itulah yang selalu dihadapi rakyat di negara penentang negara adi kuasa tersebut.  Mungkin bisa dilihat dari perang Vietnam dan Irak misalnya.  Kejadian WTC adalah puncak kebencian dari negara dunia ketiga yang kerap disebut sebagai teroris.  Bukan juga saya bersimpati dengan Al Qaeda, toh impas sesama teroris saling menumpas.

Saya sering disergap rasa bersalah mengingat dahulu saya sempat menganggap amerika adalah negara adidaya yang tidak pernah salah. 

Bahwa selalu ada agenda tersembunyi dibalik tawaran tawaran bantuan ataupun kerjasama dengan lembaga donor yang lebih banyak merugikan negara berkembang dibanding dengan keuntungan yang didapat.

Bertepatan dengan menjelang hari kemerdekaan Amerika, ada tayangan tentang Che Guevara, seorang dokter asal Argentina yang memilih menjadi gerilyawan menentang kapitalis amerika.  Ah, sebuah kontra tontonan yang bagus.  Mengingatkan orang bahwa Amerika telah menteror negara dunia ketiga melalui politik, ekonomi dan juga militer.

Saat ini, saya tidak lagi bersimpati terhadap kejadian 11 September, karena itu hanya riak kecil dari semua kekejaman yang dillakukan amerika dibalik semua tawaran kerjasama.