15 Januari 2011

Konsep Ke-Indonesiaan

Sejak kapan konsep ke-Indonesiaan itu dikenal.

Pengenalan Indonesia sebagai suatu wilayah dan ras mungkin baru dikenal menjelang abad 19, diperkenalkan oleh Adolf Bastian seorang Etnolog Jerman.

Sedangkan konsep Indonesia sebagai suatu negara yang utuh dan berdaulat yang terdiri dari berbagai suku bangsa mulai merasuki para pemuda yang bersekolah di Belanda. Yang akhirnya menerapkan konsep itu ke dalam Sumpah Pemuda 1928.

Jauh sebelum itu, seperti kata buku buku sejarah memang hanya ada kerajaan demi kerajaan yang menguasai jengkal demi jengkal tanah yang kini kita sebut sebagai Indonesia. Dan tentu saja semangat satu nusa satu bangsa belumlah terlihat dalam napak tilas perjalanan kerajaan kerajaan itu.

Tentu saja selain musuh dari luar seperti Mongol, Portugis dan Belanda, mereka juga berperang untuk menaklukkan satu sama lain. Dengan kata lain pengertian Indonesia sebagai nation belumlah dikenal.

Demikian pula dengan majapahit yang biasa dijadikan role model kedaulatan negara. Konsep yang digunakan oleh Gajah Mada adalah konsep penaklukan untuk membendung serangan tentara Mongol bukan dikarenakan oleh konsep kesadaran. Demikian pula dengan Demak dan Mataram.

Sambernyawa, Mangkubumi mengangkat senjata diawal adalah semata persoalan internal keluarga istana. Pemberontakan itu berhenti karena masing masing mendapatkan wilayah dan mengangkat sumpah setia kepada Belanda. Laskar Mangkunegaran dipergunakan untuk kepentingan Belanda.

Diakui atau tidak,justru di abad 19 lah konsep 1 nusa 1 bangsa mulai bersemi, di saat Belanda mulai menjalankan politik etisnya. Saat para pemuda tidak mau lagi takluk terhadap hukum kolonial dan adat istiadat yang feodal.

Dan awal abad 20,Indonesia sebagai bangsa, negara dan bahasa mulai dikukuhkan. Indonesia bukanlah semata bekas wilayah Majapahit seperti yang digadang gadang oleh Yamin namun merupakan proses perjalanan cita cita dari puluhan etnis yang bersedia mengikatkan diri di bawah suatu pemerintahan yang berdaulat.

Pun dalam mempertahankan kedaulatan itu juga mengalami pertentangan internal. Tan Malaka yang ingin merdeka 100 persen begitu pula dengan Soedirman kompak menentang perundingan yang diikuti oleh soekarno,Hatta dan Sjahrir.

Pada akhirnya kita kembali mempertanyakan apakah konsep ke-Indonesian sebagai bangsas yang merdeka masih berada dalam rel nya. Saat kita sadar kita tak lagi merdeka dalam banyak hal terutama dalam ekonomi.

12 Januari 2011

GANDHARI GUGAT

Sunyi menyayat di Kurusetra,

Pertempuran dahsyat baru saja usai, ribuan mayat berserakan berkubang dalam lautan merah berbau amis. Prajurit, ksatria dan hewan bertumpuk menjadi bangkai.

Seorang perempuan tua tersaruk membelah kumpulan tubuh yang membangkai. Dari sudut matanya ia melirik Bisma yang terbaring tenang di atas ribuan anak panah yang menancap. Tak hendak ia bertegur sapa dengan tetua Hastinapura itu. Tak ingin ia beruluk sembah seperti dalam istana.

Kembali ia melanjutkan langkah, nyalang mencari. Jantungnya hampir berhenti berdetak saat terlihat sebuah gada berlumuran darah. Matanya menyorot liar ketika terpandang olehnya sosok yang terburai berlumuran darah.

“Duryudana…” perempuan itu mendesis parau. Disekanya darah yang membanjir, ya itu Duryudana anaknya. Raja Hastinapura. Tidak ada kata yang terucap dari mulutnya, hanya nyeri di dada yang kian membuncah.

Lama ia terpekur mendekap tubuh tanpa nyawa itu, tatkala langkah kaki mendekat. Tanpa menoleh perempuan itu menyapa.

“Belum puaskah kau Kresna, titisan Wisnu? Sudah habis darah dagingku kau musnahkan melalui tangan Pandawa. Akulah yang melahirkan mereka, para Kurawa, Dari rahimkulah mereka berasal, ambilah aku kalau kau belum puas”.

Kresna pun menjawab “Ibunda Gandhari, semua mempunyai dharma bakti masing masing. Anakmu Duryudana sudah melakukan dharmanya dan telah lunas terbayar”.

“Kenapa kau berikan Kunti para Pandawa, kenapa bukan aku yang kau jadikan ibu mereka?” apa kelebihan Kunti dariku? Gandhari menggugat.

Lama sang titisan Wisnu terdiam, pertanyaan itu sungguh di luar perkiraannya, sambil menghela napas ia pun menjawab

“Ibunda, pertanyaanmu sungguh di luar kuasaku, semua sudah takdir Sang Yang Wenang. Satu satunya yang bisa kujawab bahwa tidak ada kebaikan tanpa kejahatan”. Ibunda dan Ibunda Kunti adalah pilihan untuk melahirkan Kurawa dan Pandawa.

“Lalu apakah hanya itu nasibku, melahirkan kejahatan yang semuanya telah terbayar lunas hari ini?”

Kresna pun termenung, perlahan ia melangkah meninggalkan Gandhari yang masih lunglai meratapi nasibnya.

“Ibunda, maafkanlah sungguh aku tak tahu jawaban atas semua pertanyaanmu. Aku hanyalah algojo, tugasku adalah memusnahkan Kurawa demi dunia yang baru”. Kembali ia menghela napas.

Sayup sayup terdengar Gandhari meratap, “Dewa yang Maha Agung, Kau saksikan aku telah menyerahkan seluruh darah dagingku untukmu, tanpa bisa berbuat sesuatu. Hanya satu permohonanku berikanlah keadilan untukku"

"Wahai titisan Wisnu, engkau berlaku layaknya Sang Hyang Wenang, namun ternyata kau masih bersembunyi di balik jubah ketidaktahuan. Dengarlah, apa yang ku alami saat ini akan kau alami di masa mendatang."

Kresna mendongak, kilat menyambar di atas kepalanya. Ia pun tertunduk dan terus berjalan.

03 Januari 2011

Saat Meriam Mengarah ke Istana

Suatu siang di tahun 1952, tanggal 17 Oktober.

Kemal Idris bergegas menemui anak buahnya yang berjaga jaga di lapangan merdeka. Abdul Haris Nasution dengan wajah tegang menghadap Presiden Soekarno. Di tangannya terdapat petisi menuntut pembubaran parlemen.

Sementara Bung Karno melotot mendengar petisi itu, katanya "jangan sekali kali mengancam Bapak Republik". Di luar keadaan semakin panas, massa memenuhi lapangan merdeka, berdemo menuntut pembubaran parlemen, sementara pasukan yang dipimpin Kemal Idris mengarahkan moncong meriam ke arah Istana.

Semua berawal dari rencana rasionalisasi Angkatan Darat oleh para pimpinan AD (Nasution, HB IX dan Alex Kawilarang) yang merupakan lulusan akademi militer Belanda. Ide rasionalisasi ini ditentang oleh para tentara yang merupakan hasil bentukan PETA.

Kolonel Bambang Soepeno yang mewakili para perwira rendahan bahkan sampai menemui Bung Karno untuk menentang ide Nasution. Protes Bambang Soepeno ditanggapi oleh parlemen dengan mengeluarkan mosi yang membuat berang Angkatan Darat.

Dari situlah semua berawal, percobaan setengah kudeta di tahun 1952 yang membuat Nasution sementara terdepak dari jabatan KSAD. Apalagi ternyata pembicaraan Nasution beredar luas. Adalah BISAP (Biro Informasi Staf Angkatan Perang) yang membuat hasil analisis atas transkrip dialog Bung Karno dan Nasution ketika itu.

Kebocoran yang sangat merugikan Nasution. Kolonel Zulkifli Lubis pimpinan BISAP saat itu tidak berkomentar.

Apakah itu sengaja dibocorkan, mengingat Lubis juga hasil didikan Jepang yang berlawanan dengan Nasution.

Apapun itu pertentangan dalam tubuh Angkatan Darat membawa konsekuensi tersendiri dan kelak memicu gerakan separatis bersenjata.