10 Oktober 2010

Nasib Indonesia pasca BBM

Sebagai pelaku ulang alik yang tinggal di daerah pinggiran, saya memperhatikan Jakarta dan jalan jalan akses dari udik menuju Jakarta makin macet luar biasa. Kebetulan musim ini musim hujan sehingga tangan kita bisa menuding hujan yang menyebabkan jalan tergenang dan merembet pada lalu lintas yang terganggu. Tapi sekali waktu udara terang benderang dari pagi sampai malam, namun macet tetap saja terjadi.


Harga BBM selangit, tapi konsumsinya tetap boros. Saya mengerti kalau pemakaiannya untuk hal hal operasional seperti truk pengangkut hasil bumi, motor para pedagang ayam atau ikan, para kurir, Bis, atau para pelaku usaha kecil lainnya.


Tapi saya tidak mengerti dengan mobil mobil yang bertambah banyak, para pemakai mobil apakah tidak dapat menghitung berapa pemborosan yang mereka lakukan tiap hari. Boros waktu, boros bensin, boros tenaga dan sekian boros boros lainnya. Tampaknya hargaBBM yang melonjak tidak menjadi masalah lagi. Atau mereka tidak mau mencoba alternatif lain seperti naik motor misalnya.

Iseng saya tanya bos saya,,,,kenapa dia tidak mau menggunakan motor dari rumahnya di Ciputat...."Panas, Mal" katanya. Sepertinya ia lebih rela bermacet macet, membuang bahan bakar asalkan bisa tetap menggunakan AC. Daripada naik motor, menghemat waktu namun terpapar oleh matahari yang terik dan..jangan lupa polusi tingkat tinggi yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar yang gila gilaan. Belum lagi buangan sisa freon ac mobil. Apakah semua ac mobil menggunakan freon R 134 yang katanya ramah lingkungan. Saya sih tidak yakin, berani taruhan masih banyak yang menggunakan R 12.

Lagi pula R 134 itu hanya meminimalkan kerusakan lapisan ozon, bukan benar benar aman sama sekali.

BBM mirip sembako, biarpun mahal namun tetap dicari karena merupakan hidup mati. karena itu bisnis pompa bensin pasti laku, setidaknya selama cadangan minyak bumi masih ada. Bila ada 3 pompa bensin Pertamina di satu jalan yang sama, ketiganya dipastikan tetap laku. Apalagi dengan jalan yang semakin macet, konsumsi bahan bakar akan berlipat ganda, efek belakangnya adalah naiknya harga pengangkutan, lalu merembet ke harga barang.

Katakanlah Indonesia mengkonsumsi BBM 1,15 juta barel sehari. Setahun sekitar 400 juta barel. Sedangkan produksi minyak bumi kita sekitar 953 ribu barel/hari . Pmerintah harus mengimpor sekitar 400 ribu barel minyak mentah perhari.

Sebenarnya berapa sih cadangan minyak bumi kita. Ada yang bilang sekitar 9 miliar barel, dan pasti sudah berkurang sekarang.

Dengan keadaan seperti, kebutuhan akan bio teknologi tidak dapat ditunda lagi. Pemerintah sebaiknya mulai menginvestasikan modal untuk memproduksi kendaraan ramah lingkungan dan teknologi pemanfaatan tenaga yang tidak akan habis seperti matahari sebelum cadangan minyak dan gas tersebut habis dan Indonesia bangkrut karena kehabisan cadangan ditambah sama sekali tidak punya persiapan teknologi non bbm belum lagi gundulnya hutan dan ozon yang berlubang.

Indonesia menghadapi masalah kekurangan pangan dan air yang cukup serius apabila, penebangan liar dibiarkan, atau bahkan penebangan yang dilegalkan tanpa memikirkan penghijauan. Juga apabila sektor pertanian yang sebenarnya bisa mandiri dibiarkan terlantar.

Sudah bukan masanya lagi kita terus bergantung pada cadangan minyak dan gas.

Tidak ada komentar: