Saya perempuan dengan tingkat pendidikan tidak terlalu
tinggi, SES-nya mungkin kalau mengikuti peringkat Nielsen akan masuk SES-A,
kecerdasan juga standar. Saya juga bukan tipe perempuan yang radikal, biasa biasa saja.
Saya bukan perokok, kadang-kadang saja merokok tapi lebih
banyak tidaknya. 1 bungkus Marlboro masih
tersimpan rapi di laci kantor selama berbulan bulan tanpa berniat mengisapnya. Saya juga tidak suka melihat orang merokok seenaknya di angkot atau di bis. Tapi saya menyukai perokok yang beretika.
Saya tidak berkepentingan dengan merk rokok
atau pabrik rokok manapun. Otak saya
terlalu bodoh untuk menganalisa apa ada agenda tersembunyi dibalik kampanye
anti rokok atau apakah produsen rokok terkenal yang rajin mensponsori pagelaran budaya mempunyai motif tertentu
Waktu kecil saya sempat mempunyai stigma buruk tentang
perempuan perokok, kurang elok kelihatannya.
Namun semakin besar kesan itu hilang dengan sendirinya. Perempuan perokok sama saja dengan laki laki
perokok.
Namun lagi lagi saya merasakan kegelisahan yang sangat jika
mengamati seluk beluk rokok kretek yang berhadapan dengan kampanye
kesehatan. Bisa jadi kegelisahan
berawal dari rasa antipati melihat maraknya iklan anti rokok yang provokatif
berseliweran di ruang publik. Namun di
sisi lain publik menikmati fasilitas yang dibangun dari pajak rokok yang mereka
maki sebagai pembunuh nomer satu.
Tidak tahu atau hipokrit?
Sering emosi saya tersulut melihat comment anti rokok. Bukan berarti saya menganggap merokok itu
sehat. Namun saya menganggap rokok yang
berbahan tembakau asli dengan saus cengkeh yang asli berbungkus klobot tidak
lebih membahayakan dari sandung lamur.
Jika digunakan berlebihan akan membahayakan kesehatan, sama seperti obat. Sayang dokter lebih tertarik membicarakan
bahayanya rokok tanpa berniat meneliti lebih lanjut.
Rokok bagi kebudayaan Indonesia juga merupakan alat
komunikasi sosial, jika diperhatikan di kampung-kampung, saat pertemuan selalu
disediakan rokok yang dikeluarkan dari bungkusnya.
Ada banyak kisah budaya dan perlawanan dalam sebatang rokok.
Bahwa semula cengkeh dioleskan di atas rokok untuk mengurangi sakit di
dada. Rara Mendut menggunakan rokok
untuk menjadi perempuan merdeka menghalangi niat Wiroguna yang ingin
menjadikannya selir.
Tentu saja saya tidak ingin anak saya merokok di usia dini,
namun itu tidak membuat saya serta merta memusuhi tembakau. Terlalu banyak hal yang lebih patut dimusuhi
daripada tembakau. Saya selalu percaya bahwa semua di dunia ini diciptakan dengan manfaat bagi kemaslahatan manusia.
Pabrik rokok menampung jumlah tenaga kerja yang masif. Ada penelitian yang menyebutkan saat krisis
moneter tahun 1998 imbasnya hampir tidak
terasa pada pabrik rokok. Dalam satu
daerah kehidupan masyarakat sangat terkait dengan panen tembakau. Dari mulai
keranjang, buruh, ojek sampai warung makan. Tembakau telah menghidupi jutaan petani dari jaman dulu sampai pada generasi sekarang.
Mereka yang sama sekali tidak tahu menahu tentang seluk beluk tembakau dengan seenaknya
menyuruh para petani tembakau berganti mata pencahariaan. Sama sekali tidak sadar bahwa mereka juga
menjadi pembunuh sekian juta petani..
Tembakau dan cengkeh produksi Indonesia merupakan unggulan yang mengancam produk tembakau Amerika,
kini produk unggulan yang harusnya dijaga dan dipertahankan dengan seenaknya
diinjak oleh Negara lain, dianggap berbahaya dan dilarang. Sementara mereka pula yang dengan semangat
mengakuisisi perusahaan rokok kita.
Tentu saja kita sangat berhak marah dan terhina kala hasil
hasil bumi kita dianggap sumber penyakit oleh orang luar.
Orang luar yang seenaknya mengacak acak tatanan alam dan dibiarkan oleh penguasa. Kalau sudah begitu tidak ada kata selain...LAWAN ..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar