"Menjodohkan Kusumawardhani dengan menyembunyikan dariku benar-benar
lancang dan tak menghormati aku sebagai ayah kandungnya".
"Dipikirnya aku sudah mati dan telah menjadi bangkai yang oleh karenanya boleh diabaikan. Lebih-lebih perjodohan ini dengan sepupunya sendiri, dengan harapan Wikramawardhana yang akan ditunjuk mewarisi kursiku".
"Mereka semua berpikir Prabu Hayam Wuruk sudah tidak ada sehingga urusan perkawinan anaknya harus diambil alih?"
Potongan dialog dalam sidang Pahom Narendra tersebut hanya sebagian kecil dari ratusan adegan yang dilukiskan dengan penuh penghayatan dalam Perang Paregrek 1 & 2 dan akhirnya disatukan dalam Menak Jinggo, Sekar Kedaton oleh si pengarang, Langit Kresna Hariadi (LKH).
"Dipikirnya aku sudah mati dan telah menjadi bangkai yang oleh karenanya boleh diabaikan. Lebih-lebih perjodohan ini dengan sepupunya sendiri, dengan harapan Wikramawardhana yang akan ditunjuk mewarisi kursiku".
"Mereka semua berpikir Prabu Hayam Wuruk sudah tidak ada sehingga urusan perkawinan anaknya harus diambil alih?"
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg36n-NGSYMccuM6U8UAAvndTCjPgVtoeNUO35F62qODd10WjxpkUQOe1ioM-rKg-Ch68vrF6z-xa2jwhgyEWm3v5TphawHSZXYZI20MiVxr0TNXZu7Up_hHl47ajzeYWn6SgoytDNMzmYY/s400/IMG_6156.jpg)