Sampai
saat ini sejarah kerajaan Taruma masih belum tersusun dengan jelas. Para ahli mendapatkan potongan-potongan keterangan
mengenai kerajaan tersebut melalui berita Cina maupun pembacaan prasasti.
Berdasarkan
tempat temuan prasasti-prasasti dan tinggalan arkeologi lainnya yang dapat
diidentifikasikan sebagai tinggalan dari masa kerajaan Taruma dapat diduga
bahwa kerajaan ini memiliki wilayah yang luasnya meliputi sebagian besar Jawa
Barat.
Salah satu candi di komplek percandian Batu Jaya |
Berita
tertua yang dianggap membicarakan kerajaan Taruma ialah berita Cina yang
berasal dari Fa Hsien. Berita ini
terdapat dalam buku laporan perjalanan yang ditulis tahun 414 yang berjudul Fo-Kuo-Chi. Laporan ini mengisahkan perjalanan Fa Hsien
dari Cina ke India dan kembali ke Cina melalui Ceylon. Dalam perjalanan, kapal yang ditumpangi dari
Ceylon ke Cina rusak dan selama 5 bulan ia terdampar di Ya-wa-di
WP
Groenvelt menghubungkan Ya-wa-di dengan
Ya-wa-da yang dalam sejarah dinasti
Sung disebutkan rajanya bernama S’ri
Pa-da-do-a-la-pa-mo yang pada tahun 435 mengirimkan utusan ke negeri Cina.
GP
Rouffear dan J.L. Moens menghubungkan Ya-wa-da
ini dengan Yawadwi (pa), pulau Jawa dan mengidentifikasikannya dengan
Taruma yang dalam berita Cina dari jaman dinasti Soui (abad ke 6) dan dinasti
T’ang (abad ke 7) disebut To-lo-mo. Sedangkan S’ri
Pa-da-do-a-la-pa-mo diidentifikasikan dengan Sri Pürnawarman.
Yawadwipa
sendiri telah dikenal dalam Ramayana
pada bagian yang mengisahkan pasukan kera mencari Sita yang diculik di
daerah-daerah di sebelah timur, sedangkan tentang Yawadwipa sendiri dikatakan
bahwa di sana terdapat tujuh buah kerajaan yang menghasilkan perhiasan,
pulau-pulau emas dan perak, Negara yang kaya akan tambang emas.
Di
antara 7 buah prasasti yang berasal dari masa Tarumanegara hanya 5 buah yang dapat
dibaca dan diketahui isinya. Kelimanya
berhuruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Salah satu yang terpenting adalah prasasti Tugu yang ditemukan di desa Tugu, Tanjung Priuk, Jakarta. Prasasti ini dibuat pada tahun ke 22 dari masa pemerintahan raja Pürnawarman untuk memperingati selesainya pembuatan sebuah kanal (sungai) bernama Gomati yang panjangnya 6.122 busur (kurang lebih 11 km). Dalam prasasti ini disebutkan bahwa sebelumnya Raja Pürnawarman telah membuat sungai (kanal) lain bernama Candrabhaga. Keberadaan kanal-kanal itu diduga merupakan system pengairan dan mitigasi kuno
Dari
prasasti Tugu para ahli mencoba mengidentifikasi lokasi ibu kota Tarumanegara. Poerbatjaraka mengidentifikasikan sungai
Candrabhaga sebagai sungai Bekasi dan dekat sungai inilah letak istana kerajaan
Taruma.
NJ
Krom menduga ibu kota kerajaan Taruma terletak di sekitar desa Tugu, Tanjung
Priuk. Berdasarkan hasil penelaahan isi
prasasti dan tinjauan geomorfologi daerah Tugu, Noordyn dan Vestappen
berkesimpulan bahwa ibukota kerajaan haruslah dicari di daerah Tugu dan
sekitarnya yaitu di suatu tempat yang terletak tidak jauh dari aliran kali
Cakung.
Latar
kehidupan keagamaan yang berkembang di kerajaan Taruma pada masa Purnawarman
dari pembacaan prasasti-prasastinya adalah bercorak Hindu. Dalam prasasti-prasastinya raja Pürnawarman
diidentifikasikan dengan dewa Wisnu.
Walaupun
dari sumber-sumber prasasti diketahui sifat keagamaan yang dianut oleh raja
Pürnawarman bercorak Hindu, namun tidak mustahil agama lain seperti Budha berkembang
pula di kerajaan Taruma.
Dalam
laporan perjalanan Fa-Hsien disebutkan antara lain bahwa di Ya-wa-di pada waktu itu terdapat
orang-orag yang menganut agama Budha walaupun sedikit.
Fa-Hsien
juga menyebut tentang adanya penganut agama “kotor” yang ditafsirkan sebagai
agama asli sebelum pengaruh kebudayaan India masuk. Agama asli ini tidak lain adalah tradisi
religi prasejarah yang mempunyai sistem upacara dan konsep religi yang sangat
berbeda.
Beberapa
temuan arkeologi di situs Segaran dan Batujaya seperti menhir, dolmen, pecahan
gerabah dan manik-manik sepintas memperlihatkan sifat tradisi prasejarah. Juga situs komplek Buni yag terbentang antara
daerah Tangeran sampai Karawang yang merupakan daerah hunian prasejarah. Di situs-situs ini dikenal tradisi penguburan
dengan disertai bekal kubur. Situs
Batujaya yang berada tak jauh dari aliran sungai Citarum merupakan perpaduan
kebudayaan antara masyarakat pendatang dan warga setempat. Namun Batujaya sepertinya bukan pusat
pemerintahan Tarumanegara tapi lebih kepada tempat peribadatan untuk agama
Budha.
Masa
berakhirnya kerajaan Tarumanegara belum dapat diketahui secara pasti. Berdasarkan berita Cina dari dinasti T’ang
masih disebutkan kedatangan utusan dari To-lo-mo
tahun 666 dan 669 Masehi, setelah itu tidak terberitakan adanya utusan To-lo-mo yang datang ke Cina. Berita lain yang berasal dari jaman dinasti
T’ang menyebutkan sebuah daerah bernama Ho-ling
yang terletak di lautan selatan, di sebelah timur Sumatera dan sebelah barat
Bali. Nama Ho-ling ini oleh para ahli disesuaikan dengan Kalinga. Selanjutnya dalam berita itu dikatakan bahwa
Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas dan perak, cula badak dan gading gajah,
sedangkan penduduknya dikatakan membuat benteng-benteng kayu dan rumah-rumah
beratap daun kelapa. Disebutkan pula
penduduk Ho-ling ahli membuat minuman keras dari bunga kelapa.
Dari
berita-berita luar tersebut dapat diperkirakan mata pencaharian penduduk jaman
Tarumanegara adalah perburuan, pertambangan, perikanan dan perniagaan yang
barang-barangnya juga berasal dari kerajaan Ho-ling di samping pertanian dan
pelayaran. Pertanian sebagai mata
pencarian dapat dilihat dari prasasti Tugu mengenai usaha pembuatan kanal pada
masa raja Purnawarman.
Tidak
dapat disangsikan bahwa perhubungan pada masa itu dilakukan melalui darat dan
air. Melihat keadaan geografis
Tarumanegara besar kemungkinan jalur perhubungan melalui sungai sebagai jalur
perdagangan dan transportasi
Adanya
anggapan yang menghubungkan runtuhnya kerajaan Taruma ini Karena ekspansi dari Sriwijaya salah satunya adalah
hasil identifikasi prasasti Kota Kapur, pulau Bangka yang berangka tahun 686
Masehi yang menyebutkan balatentara Sriwijaya menyerbu bhumi Jawa: Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat
manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya
Berdasarkan bunyi kalimat prasasti Kota Kapur tersebut G. Coedes dan Poerbatjaraka berpendapat bahwa runtuhnya kerajaan Taruma mungkin disebabkan oleh serangan kerajaan Sriwijaya
Referensi:
-
Tarumanegara,
Latar Sejarah dan Peninggalannya (sebuah pengantar), Penyunting: Hasan Djafar 1991
-
Ekspedisi
Citarum: Laporan Jurnalistik Kompas
-
Sejarah
Nasional Indonesia II
1 komentar:
kak ada info untuk angkutan umum menuju kesana naik apa? apa semestinya harus naik kendaraan pribadi ?
Posting Komentar