Saya teringat ulasan di surat kabar mengenai hari aksara. Memang yang selama ini dirayakan adalah hari aksara Internasional tanggal 8 September. Tidak ada alasan pasti kenapa kita harus mengikuti penetapan tanggal tersebut untuk merayakan secara nasional.
Lalu ada sejumlah cendekiawan merayakan hari Aksara Nusantara tanggal 14 Oktober. Menarik sekali latar belakang penetapan hari Aksara versi Nusantara.
Semua dimulai lebih dari 1000 tahun lalu, di tahun 996 SM, hari ke 15 bulan Asuji yang diterjemahkan kemudian sebagai tanggal 14 Oktober. Pada hari itu rakyat Medang berkumpul di alun alun kota, kemungkinan di Wwatan Mas, Jawa Timur. Hari itu Sang Raja Dharmawangsa Teguh Anantawikramotunggadewa untuk pertama kalinya menggelar pembacaan rontal Wirataparrwa dalam bahasa Jawa Kuno.
Bagi yang pernah membaca Mahabharatta, pastilah tahu jika Wirata adalah nama kerajaan dimana Pandawa harus menggenapkan hukum buang selama 13 tahun dengan menyamar. Wirata terpilih menjadi tempat penyamaran itu.
Kisah itu yang tertulis dalam bahasa Sanskerta diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa kuno oleh para Kawi untuk kemudian dibacakan di depan rakyat Medang.
Kitab yang selama ini hanya boleh dibaca oleh kaum brahmana dan bangsawan kini dibuka seluas luasnya oleh Dharmawangsa Teguh.
Semua terangkum dalam pembukaan kitab Wirataparwa. Dan fakta inilah yang menjadi dasar pijakan untuk mengangkat tanggal 14 oktober sebagai hari aksara Nasional. Usulan yang mempunyai dasar historis kuat.
Mungkin bukan cuma kerajaan Medang yang membuka kesempatan bagi rakyat jelata mengenal aksara, mungkin pula jauh di Sumatera sana, Sriwijaya juga memberikan kesempatan yang sama. Hanya mungkin tidak terdokumentasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar