Bagaimanakah situasi
Makassar pada masa lalu? Bagaimana posisi Makassar saat para penguasa
menerapkan beragam kebijakan untuk mempertahankan kepentingan mereka.
Edward L.
Poelinggomang, sejarawan dari Universitas Hasanudin mengumpulkan kepingan demi
kepingan dari beragam arsip untuk menyampaikan kabar mengenai pelabuhan penting
ini di masa lalu. Dikatakan penting
karena melalui Makassar baik VOC maupun pemerintah Hindia Belanda mengontrol
perdagangan rempah di Indonesia timur, terutama Maluku.
Makassar di pulau
Sulawesi sudah dikenal lama sebagai pelabuhan ramai dan pusat
perdagangan. Letak geografis Sulawesi yang dikelilingi laut Maluku, laut
Banda, laut Flores dan selat Makassar.
Beberapa peneliti
mengidentifikasi kerajaan Makassar sebagai kerajaan Gowa. Pelabuhan
Makassar dianggap sebagai bandar perdagangan Gowa yang merupakan gabungan dari
dua pelabuhan dari dua kerajaan yaitu Pelabuhan Tallo dari kerajaan Tallo dan
pelabuhan Sombaopu dari kerajaan Gowa.
Dua kerajaan ini pada
tahun 1528 bergabung menjadi satu pemerintahan dimana Raja Gowa memegang tahta
kerajaan sedangkan raja Tallo menjadi mangkubumi.
Penjelajah Tome Pires
pada paruh awal abad 16 melukiskan sebagai kepulauan Makassar yang penduduknya
beragama pagan dan juga prajurit hebat. Negeri Makassar digambarkan
sebagai negeri kaya dan merupakan pasar yang menjual budak hasil tangkapan.
Dataran di Makassar
sangat subur, banyak persawahan dengan pohon kelapa berderet rapi.
Demikian kesan seorang Belanda yang mengunjungi Makassar pada permulaan abad
17.
Pelabuhan Makassar
terlindung dari gelombang laut dan badai muson barat karena dihalangi oleh
sejumlah pulau kecil yang dikenal sebagai gugusan kepulauan Spermonde.
Pelabuhan Makassar
mendapat momentum untuk berkembang saat Portugis Menguasai Malaka pada tahun
1511 sehingga para pedagang mencari jalur pelayaran dan pelabuhan yang
aman. Pedagang asal Melayu berusaha menemukan koloni dagang di antaranya
di Pelabuhan Siang (Pangkajene) dan Makassar. Sedangkan rute yang melalui
selat Makassar dimanfaatkan oleh para pedagang Cina, Spanyol di Luzon dan Sulu.
Raja Gowa ke-9,
Karaeng Tumaparissi Kalonna yang memerintah tahun 1510-1546 diperkirakan adalah
yang menginisiasi masuknya Makassar dalam dunia perniagaan. Ia
memindahkan istana dan pusat pemerintahan ke pesisir dekat muara sungai
Jenebarang di benteng Sombaopu.
Namun sebelum Makassar
berkembang, pelabuhan Siang (Pangkajene) telah lebih dahulu berkembang.
Saat Tumaparissi Kalonna naik tahta, ambisi untuk menjadikan Gowa sebagai pusat
perdagangan membuatnya memerangi kerajaan-kerajaan tetangganya seperti Tallo
lalu Maros dan Polombangkeng.
Makassar menjalankan
politik pintu terbuka dalam menjalankan roda perdagangannya.
Makassar juga memperluas kekuasaan dengan menguasai sumber-sumber ekonomi
daerah taklukannya. Penerapan politik ini menempatkan Makassar sebagai
pusat perdagangan di Sulawesi Selatan,
Makassar tidak segan
menjalin hubungan dagang dengan Portugis. Di akhir abad ke-16 Makassar
telah menjadi pusat perniagaan bagi pedagang Spanyol, Cina, Denmark dan
Inggris. Pemerintah Makassar pun mengijinkan para pedagang asing untuk
membuka perwakilan dagang dan juga tempat ibadah.
Penerimaan yang baik
terhadap para pedagang asing menyebabkan penguasa Spanyol di Filipina
memberikan izin kepada Makassar untuk membuka perwakilan dagang di Manila.
Para pedagang Makassar
dikenal cerdik dalam berniaga. Dalam suatu catatan dikatakan bahwa
pedagang Makassar di Banda menyediakan beras, pakaian dan segala sesuatu yang
disukai orang Banda sehingga mereka dapat memborong pala dengan harga murah.
Sementara VOC yang
mengincar monopoli rempah-rempah tentu saja tidak menyukai taktik perdagangan
bebas seperti itu dan mencoba memaksakan kehendaknya
Pertentangan antara
Makassar dan VOC yang berlangsung sejak tahun 1615 mencapai puncak dengan
meletusnya perang Makassar dimana Makassar takluk dan menandatangani perjanjian
Bungaya pada tahun 1667.
Perjanjian itu
mengubah politik perdagangan Makassar di mana semua orang Eropa dilarang
berdagang di Makassar kecuali VOC dan orang Makassar tidak boleh berlayar ke
Maluku. Jung Cina yang datang dikenakan pajak impor dan pajak
ekspor. Pajak yang diterapkan di pelabuhan Makassar lebih tiinggi dari
Batavia sehingga para pedagang tidak lagi singgah di Makassar. VOC
melarang interaksi para pedagang secara bebas karena ditakutkan akan memicu
pemberontakan dari kerajaan di Sulawesi.
Jung-jung Cina sempat
dilarang memasuki Makassar karena VOC ingin memonopoli perdagangan produk Cina
seperti teh, sutra dan porselin. Namun gagal karena para pedagang Cina
dapat menjual barang produksinya dengan lebih murah.
Pelabuhan Makassar
dibuka kembali pada tahun 1731, sehingga kapal-kapal dagang Cina dapat datang.
Namun geger Pecinan di Batavia tahun 1740 membawa imbas ditutupnya kembali
Makassar untuk mengembalikan aktivitas pelabuhan di Batavia yang sepi akibat
jung-jung Cina memilih tidak mengunjungi pelabuhan yang berada di bawah
kekuasaan VOC.
Saat VOC bubar pada
tahun 1799 dan semua koloninya diambil alih oleh Belanda yang saat itu sedang
menghadapi Inggris yang berminat dengan perdagangan di Selat Malaka.
Belanda dan Inggris bersaing menguasai perdagangan dengan Cina, karena
produk Cina seperti teh amatlah laris di Eropa.
Orang-orang Bugis saat
itu adalah salah satu dari pedagang yang memegang peranan penting di Selat
Malaka. Dengan para pedagang Bugis inilah Inggris yang berpegang pada
kebijakan perdagangan bebas mempertahankan jaringan komersialnya.
Saat Thomas Stamford
Raffles ditunjuk oleh pemerintah Inggris menjadi Letnan Gubernur, Makassar
diumumkan menjadi pelabuhan yang berbuka bagi semua pedagang Eropa.
Kekuasaan Inggris hanya sampai tahun 1816, melalui konvensi London koloni
Belanda dikembalikan.
Makassar kembali
dibuka tahun 1818 walaupun dengan banyak persyaratan bagi pedagang asing dan
pajak yang tinggi. Sementara Inggris dengan cepat mengembangkan Singapura
sebagai pelabuhan bebas dan segera menarik para pedagang Bugis dan Cina untuk
singgah.
Walaupun posisi
Makassar kian terjepit karena jarang pedagang yang mau singgah, pemerintah
kolonial tidak juga mengendurkan aturannya. Adanya Traktat London membuat
Belanda meninjau ulang aturan dan berusaha memperbaiki hubungan dengan
kerajaan-kerajaan di Sulawesi.
Pada perkembangan
selanjutnya, pada tahun 1824 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Nederlandsche
Handel Maatschappij (NHM) untuk memajukan industri perdagangan, perkapalan,
pertanian dan perikanan namun tidak terlalu berhasil karena adanya ancaman
bajak laut dan pergolakan politik di Hindia Belanda. Setelah itu ada
Nederlandsche Stoomboot Maatschappij yang mana bekerja sama dengan pemerintah
Belanda dalam pembuatan kapal api namun tidak berjalan baik. Tahun 1842
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Nederlandsch Indische Stoomboot
Maatschappij (NISM) yang melayari jalur Batavia-Makassar-Maluku. Akhirnya
tahun 1888 dibentuk perusahaan angkutan negara dengan nama Koninklijk
Paketvaart Maatschapij (KPM). KPM bertujuan memonopoli pelayaran untuk
kegiatan ekspor impor bersubsidi.
Kebijakan monopoli
pemerintah Hindia Belanda dan pengenaan pajak yang tinggi membuat penyelundupan
kian marak. Para pedagang enggan singgah di Makassar sehingga pelabuhan
menjadi sepi dari aktivitas perdagangan
Singapura yang paling
menikmati hasil dari perdagangan bebas dan sepinya pelabuhan Makassar karena
para pedagang lebih memilih pelabuhan yang bebas pajak. Bahkan saat
Makassar ditetapkan sebagai pelabuhan dalam tanda kutip, para pedagang pribumi
tetap memilih berniaga di Singapura, walaupun pemerintah Hindia Belanda
mengembangkan komoditas yang dihasilkan oleh Sulawesi untuk pasar Eropa.
Bagi pemerintah saat
itu pelabuhan Makassar tidak dijadikan sebagai pesaing Singapura tapi lebih
untuk kepentingan politik Belanda di Hindia Belanda. Aktivitas niaga para pedagang bumiputra dan
asing yang bebas dipandang sebagai kerugian bagi pemerintah.
Sumber:
-
Makassar
abad XIX-Studi Tentang Kebijakan Perdagangan Maritim
-
Suma
Oriental
Catatan:
Tulisan ini dimuat di http://latarsastra.com/ dengan editing seperlunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar