Traveling
- It leaves you speechless, then turns you into a storyteller.
Begitulah
sang pengembara Ibnu Battuta mendeskripsikan seorang pejalan pada abad ke
14. Ibnu Battuta sendiri pernah singgah ke Samudra Pasai pada masa
kejayaannya. Melalui kisah Ibnu Battuta gambaran kemajuan kerajaan Samudra Pasai dapat terekam
Jaman
sekarang tentu kita kenal dengan yang namanya Traveller Blogger yang melengkapi
tulisannya dengan foto serta mengupdate sesegera mungkin tiap informasi yang
ditemukan di media sosial.
Hampir 7
abad sebelum Battuta seorang biksu pengembara asal Cina I-Tsing telah melakukan
hal-hal tepat seperti yang dilukiskan oleh Battuta. Dalam perjalanannya
untuk mempelajari agama Budha di Nalanda, India ia singgah di beberapa tempat
di antaranya adalah Sriwijaya yang saat itu dinamakan Shih-li-Fo-Shih, lalu
Ka-Cha (Kedah) sebelum tiba di Tan-Mo-Lo-Ti yang merupakan tapal batas India
Timur.
Tentu saja
dengan situasi abad ke 7, jurnal I-Tsing tidak seperti catatan perjalanan yang
biasa kita lihat di masa sekarang. Tidak semua penduduk di tempat-tempat
tersebut melek huruf sehingga susah ditemukan catatan tentang suatu tempat pada
masa lalu.
Jika
I-Tsing menyusuri tempat-tempat dalam rangka perjalanan studinya menuju
Nalanda, lain lagi dengan Tome Pires, pengembara yang juga seorang apoteker
Eropa abad 16. Persinggahannya di banyak tempat di Nusantara dari Jawa,
sumatera, Maluku sampai Kalimantan membawa catatan berharga tentang keadaan
masyarakat pada masa itu. Tentu saja dengan sudut pandang dari kacamata
barat.
Bila Tome
Pires terkagum-kagum dengan Malaka, Jurnal I-Tsing yang pertama diterjemahkan
beratus tahun kemudian oleh Takakusu dengan judul A Record of the Buddhist
Religion as Practised in India and the Malay Archipelago dan jurnal
keduanya yg diterjemahkan oleh Chavannes dg judul Memoire a l' epogue...
menempati posisi istimewa dalam pencarian jejak Sriwijaya.
Tentu saja
penggambaran dan nama tempat pada abad ke 7, sangat berbeda dengan
sekarang. Jangan harap kita menemukan kata Sriwijaya pada tulisan I-Tsing
namun akan ditemukan tempat bernama Shih-li-Fo-Shih berkut kecemerlangannya
dalam mengembangkan agama Budha. Menurut I-Tsing para pelajar yang akan
menuntut ilmu di Nalanda sebaiknya singgah lebih dulu ke Shih-li-Fo-Shih untuk
berlatih.
Dalam
karya filologisnya yang diberi judul Sriwijaya, Slamet Mulyana menyediakan bab
tersendiri untuk membahas berita-berita Tionghoa yang didapatkan dari
perjalanan I-Tsing.
Tulisan-tulisan
I-Tsing memungkinkan para ahli pendahulu seperti George Coedes dan Kern dapat
menyajikan teori tentang letak dan keberadaan Sriwijaya yang disebut-sebut
sebagai negara maritim tangguh, yang menjadi jejak masa lalu manusia Indonesia.
Begitu
pula dengan penjelajah berikutnya walaupun dengan beragam motif. Catatan
perjalanan mereka menguak tabir masa lalu, memperkaya pemahaman.
Tanpa foto hanya coretan gambar seadanya dan tanpa niat untuk
eksis.
Untuk
botani kita mengenal Alfred Russel Wallace. Dari jurnal penelitiannya kita
mengenal ragam flora dan fauna Indonesia berikut keunikan dari masing-masing
wilayah. Walau nama Wallace tidaklah sepopuler Charles Darwin.
Jurnal perjalanan Wallace penuh dengan kekocakan akibat interaksi antara
pribumi dengan pendatang berkulit putih. Penggambaran keanekaragaman hayati dan kekhasan vegetasi di Nusantara dapat diresapi melalui kisah Wallace.
Tak
terhitung para penjelajah lain dari beragam bangsa yang juga turut mewarnai kisah Nusantara.
Tulisan mereka jauh merentang melewati masa hidup mereka, menyeberangi beragam
peradaban untuk dibaca puluhan generasi setelahnya. Dengan cara yang
berbeda para petualang ini menceritakan kisah mereka sesuai dengan kapabilitas
yang dipunyai.
Mau tak mau, suka atau tidak suka melalui kemampuan literasi para traveler sekaligus naturalis inilah, kisah perjalanan tanah air kita dapat terdokumentasi dan menghasilkan beragam teori. Sayang memang karena tampaknya "melek aksara" belum menjadi kemampuan dasar para pribumi kebanyakan waktu itu.
Mereka
berharap yang datang kemudian dapat memetik manfaat dari para traveller lawas
ini dan hasil-hasil pengembaraan mereka menjadi sumber informasi guna menapak jejak yang samar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar