Apa yang dirasakan jika duduk di kedai kopi mahal seperti starbuck? menikmati aroma kopi mahal yang dikeluarkan oleh mesin pengolah kopi berkecepatan tinggi yang memakan daya listrik ratusan watt, menjawil banana cake yang nikmat seharga hampir 13 ribu perak per slice.
Ada rasa ada harga, begitu kata orang. Apa iya...sudah berapa kali aku ke starbuck, coffee bean rasa kopinya biasa malah lebih enak kopi sachet menurut selera lidahku atau karena pada dasarnya aku penggemar teh kampung bukannya kopi. Alaaaah..itu karena harus bayar sendiri, coba dibayarin...begitu kata temanku.
Kembali aku mencoba kopi kopi mahal tersebut, kali ini dengan voucher gratis dari kantor. Perubahan rasa yang kuharapkan tidak terjadi. Tetap saja asing dan jauh, tidak membawa kerinduan untuk kembali....seperti kutipan Jenderal MacArthur "I shall return"
Kuamati kembali interior apik, kursi kursi nyaman dan suasana sejuk tetap saja tidak dapat mengikatku untuk berlama lama di tempat itu.
Puas menilai isi gerai, kembali mataku tertuju pada harga harga yang tertera di papan belakang para Barista. Bukan main...pikirku....harga tall late, alias late ukuran paling kecil di atas 30 ribu rupiah. 27 ribu rupiah adalah yang paling murah untuk tall late belum termasuk pajak.
kudengar gaung mesin mesin pengolah kopi berderum halus,,,berapa ratus watt listrik yang dihabiskan untuk sekedar membuat kopi,,aku bertanya tanya
Menyajikan kopi bermutu terbaik dari Indonesia, begitu yang kesan kutangkap dari beberapa reklame yang terpasang. Reklame itu menyebutkan beberapa jenis dan daerah penghasil kopi di Indonesia. Kopi kopi pilihan yang dinikmati oleh orang orang segment tertentu kalau melihat dari harganya.
Kembali aku tercenung melihat gelas kopiku. Uang 34 ribu hanya untuk 1 gelas kopi, kembali batinku mendesah. Kutekan kuat kuat rasa bersalah, baru saja pagi ini aku mendengar berita seorang anak bunuh diri karena orang tuanya tidak sanggup membiayai sekolahnya. Aku juga harus memalingkan muka melihat pengojek payung kecil berdiri kedinginan di luar dengan bibir membiru menunggu orang yang ingin memakai jasanya.
Sudah cukup siksaan ini, pikirku,,,,Tergesa gesa aku berdiri berpamitan pada temanku untuk keluar gerai kopi.
Tersaruk saruk aku berjalan ditemani malam, tak dapat dielakkan kilasan kehangatan warung kopi sederhana di sudut merapi yang dingin yang selalu terlintas di benak. Dimana aku merasa tak berjarak; Sederhana tapi tak kan terlupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar