Sanjay, seorang expatriate asal India yang bekerja di Indonesia berjalan memasuki ruangan. Ia memegang posisi Head of Marketing and Research untuk Astro Indonesia dan Malaysia. Caranya berbicara membuat kita ingin menggoyang goyangkan kepala ala bollywood.
Sanjay adalah satu dari orang India terdidik yang bekerja di luar negerinya.
Menurut kompas, ada sekitar 22 juta tenaga kerja asal India yang bekerja di Amerika, eropa, Australia dan Asia Tenggara dan 48% nya adalah tenaga ahli dan profesional seperti Dokter dan IT. Belum lagi yang bekerja sebagai dosen dan ilmuwan.
Indian diaspora masih kalah dari Chinese tapi devisa yang dihasilkan oleh perantau etnis India tujuh kali lipat lebih besar.
Pada tahun 1985-2000 tenaga profesional asal India mendominasi USA. Pendapatan per kapita etnis india di Amerika rata USD60,000/tahun atau dua kali lipat nya penduduk AS.
Berkat banyaknya orang India yang merantau pula menyebabkan pada tahun 2003 cadangan devisa negara ini menembus angka USD 100 milyar sehingga menjadi salah satu negara yang mempunyai cadangan devisa terkuat di dunia.
Bila dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia yang kebanyakan bekerja di sektor informal dan illegal tentu akan timpang. Tidak ada data yang jelas berapa jumlah buruh migran asal Indonesia. Menurut Antara sekitar 700 ribu orang yang terdaftar pada tahun 2008. Sedangkan devisa yang dihasilkan mencapai 5 trilyun rupiah sampai September 2008 ini.
India saat ini menjadi tujuan investasi perusahaan IT besar di dunia, dan ini semakin meningkatkan nilai jualnya. Banyak pula perusahaan besar yang menyerahkan outsourcing nya kepada India.
Begitu pula dengan industri filmnya...Bollywood sebagai pusat industri film India dapat bertahan dari gempuran film film asal Amerika. Penduduk India cukup fanatik dengan film film negerinya.
Saya teringat dengan film American Daylight yang mengisahkan sebuah perusahaan di India yang merupakan outsourcing sebuah bank besar Amerika, semua keluhan konsumen dari seluruh dunia disambungkan ke India dimana perusahaan itu berdomisili.
Tapi bukankah memang orang India sudah ada dimana mana sejak jaman dulu. Jika kita ingat, bukankah bahasa sanskrit yang tercantum pada prasasti kuno Indonesia berasal dari India.
Bukankah agama Islam yang tersebar ke Indonesia juga ada yang berasal dari pedagang asal Gujarat India.
Saat ini dengan tingkat pertumbuhan ekonomi (dihitung dengan GDP pada th 2007) sekitar 8.3% per tahun berkat hasil kerja otak dan bukan cuma mengeksploitasi sumber daya alam, India mampu menarik para tenaga ahlinya yang tersebar di berbagai negara untuk kembali dan membangun negaranya.
Bandingkan dengan Indonesia, dimana para profesor dan ilmuwannya masih tetap bertahan di luar negeri karena pemerintah tidak dapat mengakomodasi ilmu ilmu yang mereka punya. Tidak ada dana untuk riset dan tingkat kesejahteraan para pendidik yang rendah.
Seperti halnya Profesor Nelson Tansu asal Medan, Sumatera Utara yang meraih gelar profesor dalam bidang semi conductor dari University of Wisconsin of Madison pada usia 25 tahun dan kini mengajar S3 bahkan post doctoral di departemen teknik elektro dan komputer di Lehigh University, Pensylvania.
Ia tetap bertahan di tempatnya sekarang karena belum ada tempat di Indonesia yang dapat memakai keahliannya...bagaimana Ristek kita?...
Sanjay adalah satu dari orang India terdidik yang bekerja di luar negerinya.
Menurut kompas, ada sekitar 22 juta tenaga kerja asal India yang bekerja di Amerika, eropa, Australia dan Asia Tenggara dan 48% nya adalah tenaga ahli dan profesional seperti Dokter dan IT. Belum lagi yang bekerja sebagai dosen dan ilmuwan.
Indian diaspora masih kalah dari Chinese tapi devisa yang dihasilkan oleh perantau etnis India tujuh kali lipat lebih besar.
Pada tahun 1985-2000 tenaga profesional asal India mendominasi USA. Pendapatan per kapita etnis india di Amerika rata USD60,000/tahun atau dua kali lipat nya penduduk AS.
Berkat banyaknya orang India yang merantau pula menyebabkan pada tahun 2003 cadangan devisa negara ini menembus angka USD 100 milyar sehingga menjadi salah satu negara yang mempunyai cadangan devisa terkuat di dunia.
Bila dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia yang kebanyakan bekerja di sektor informal dan illegal tentu akan timpang. Tidak ada data yang jelas berapa jumlah buruh migran asal Indonesia. Menurut Antara sekitar 700 ribu orang yang terdaftar pada tahun 2008. Sedangkan devisa yang dihasilkan mencapai 5 trilyun rupiah sampai September 2008 ini.
India saat ini menjadi tujuan investasi perusahaan IT besar di dunia, dan ini semakin meningkatkan nilai jualnya. Banyak pula perusahaan besar yang menyerahkan outsourcing nya kepada India.
Begitu pula dengan industri filmnya...Bollywood sebagai pusat industri film India dapat bertahan dari gempuran film film asal Amerika. Penduduk India cukup fanatik dengan film film negerinya.
Saya teringat dengan film American Daylight yang mengisahkan sebuah perusahaan di India yang merupakan outsourcing sebuah bank besar Amerika, semua keluhan konsumen dari seluruh dunia disambungkan ke India dimana perusahaan itu berdomisili.
Tapi bukankah memang orang India sudah ada dimana mana sejak jaman dulu. Jika kita ingat, bukankah bahasa sanskrit yang tercantum pada prasasti kuno Indonesia berasal dari India.
Bukankah agama Islam yang tersebar ke Indonesia juga ada yang berasal dari pedagang asal Gujarat India.
Saat ini dengan tingkat pertumbuhan ekonomi (dihitung dengan GDP pada th 2007) sekitar 8.3% per tahun berkat hasil kerja otak dan bukan cuma mengeksploitasi sumber daya alam, India mampu menarik para tenaga ahlinya yang tersebar di berbagai negara untuk kembali dan membangun negaranya.
Bandingkan dengan Indonesia, dimana para profesor dan ilmuwannya masih tetap bertahan di luar negeri karena pemerintah tidak dapat mengakomodasi ilmu ilmu yang mereka punya. Tidak ada dana untuk riset dan tingkat kesejahteraan para pendidik yang rendah.
Seperti halnya Profesor Nelson Tansu asal Medan, Sumatera Utara yang meraih gelar profesor dalam bidang semi conductor dari University of Wisconsin of Madison pada usia 25 tahun dan kini mengajar S3 bahkan post doctoral di departemen teknik elektro dan komputer di Lehigh University, Pensylvania.
Ia tetap bertahan di tempatnya sekarang karena belum ada tempat di Indonesia yang dapat memakai keahliannya...bagaimana Ristek kita?...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar