Halaman rumah kak Alera penuh dengan biji kopi yang sedang dijemur.
Sore ini saya datang ke rumah kak Alera di Kalabahi untuk mengambil biji kopi pesanan. Semua berawal dari Alor Expo di lapangan Kalabahi. Ada kafe yang menyajikan kopi, dan hanya satu-satunya di expo tersebut.
Setelah menembuh keriuhan pengunjung expo, saya iseng menghampiri kafe tersebut dan memesan kopi lalu anak muda yang menjadi barista mempersilakan saya untuk memilih jenis kopi. Tentu saja saya memilih kopi Alor jenis robusta untuk dijadikan kopi susu. Sebagai bukan ahli kopi atau penggila kopi saya cukup menikmati saja cairan kopi susu tanpa gula mengalir melewati tenggorokan sambil menyaksikan keramaian. Menikmati suasana jauh di ujung timur Indonesia.
Debu-debu lapangan beterbangan, tanah liat di lapangan cepat sekali kering walaupun baru saja disemprot oleh truk pengangkut air.
Saya mengobrol dengan barista tentang kopi alor. kopi yang disajikan adalah dari kebun sendiri di Otvai. Rasa kopi dari Alor memang terasa tebal. Karena tidak dikelola serius maka kalah jauh dari tetangganya Flores. Sudah ada beberapa kelompok tani yang berusaha mengenalkan kopi Alor dengan mengolah dan mengemasnya secara baik. Contohnya merk Lonsilar.
Memang masih jarang kedai kopi yang serius di Alor dan walaupun kopi tumbuh di setiap kebun warga Alor, jarang yang serius menangani tanaman kopi. Tanaman ini dibiarkan saja tumbuh, jika sudah saatnya panen pun dipetik selagi ada waktu karena warga lebih memprioritaskan cengkeh dan vanili. Vanili memang lagi booming, harganya yang tinggi membuat warga mulai menanam tanaman ini. Sudah mulai terlihat petak-petak vanili di kebun warga.
Namun perawatan vanili yang butuh ekstra perhatian membuat tidak semua warga berminat dan mampu menanamnya. di Bumol saya bertemu dengan seorang bapak yang sedang membantu penyerbukan bunga vanili satu demi satu. Pohon vanili yang tinggi membuatnya harus naik tangga untuk mencapai bunganya.
|
Tanaman Vanili |
Kembali ke kopi, Saat berjumpa dengan kak Alera di kedai kopi di expo Alor ia menceritakan tentang usahanya mengembangkan kopi alor. Dari mulai mencari biji kopi berkualitas yang membuatnya harus berkeliling ke seantero pulau sampai akhirnya mengambil keputusan untuk menanam sendiri pohon kopi untuk mendapatkan mutu sesuai keinginannya. Dari hasil penjelajahannya ia tahu bahwa kopi arabica Alor hanya tersedia mungkin hanya sekitar 10 persen saja selebihnya adalah kopi robusta.
Dari pengalamannya membuka kedai kopi di Alor, kak Alera sadar bahwa ternyata kopi Alor banyak yang suka. Sudah ada permintaan untuk memasok biji kopi ke Bali, namun lagi-lagi terkendala stok.
Persediaan biji kopi untuk kafenya sendiri pun pas-pasan, sehingga ia tidak dapat memenuhi pemesanan biji kopi dari luar.
Dalam meroasting biji kopi, kak Alera masih melakukannya secara manual dengan penggorengan sehingga diakui kemungkinan tingkat kematangan biji kopinya tidak merata.
Jalan memang masih panjang. Pohon-pohon kopi yang ditanamnya sendiri masih butuh perawatan sebelum berbuah. Semoga kak Alera dan para petani kopi di Alor tetap semangat merawat dan mengembangkan kopi dari kebun mereka sendiri.