"Biar berapa miliar pun
mereka bayar saya, saya tidak mau jadi gubernur di sini"
demikian Azwar Anas yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat
berkomentar tanpa basa basi saat diajak meninjau Nusa Tenggara Timur.
Nusa
Tenggara Timur (NTT), dulunya merupakan bagian dari Sunda Kecil yang baru
diberi mandat untuk menjadi provinsi sendiri pada tahun 1958 merupakan daerah
yang amat miskin. NTT mepunyai puluhan suku dan bahasa yang kadang begitu
berbeda sehingga komunikasi antar suku menjadi terkendala.
Ada
anekdot getir yang memplesetkan NTT menjadi Nusa (S)engsara Timur, Nanti Tuhan
Tolong, Nasib Tak Tentu, menggambarkan betapa provinsi ini seakan ditakdirkan
menjadi tanah penderitaan bagi warganya karena topografi yang ekstrim,
terbatasnya akses ekonomi dan pendidikan, musim kering yang panjang dan kendala
kultural
Dalam
laporan khususnya yang diberi nama "Ekspedisi Jejak Peradaban NTT" di
tahun 2011, Kompas menyoroti potret Nusa Tenggara Timur sebagai daerah
miskin dan tertinggal. Kemiskinan, keterbelakangan, infrastruktur yang
minim serta mutu pendidikan yang merosot tajam bahkan kalah dari Papua.
Jika
tahun 2011 keadaan NTT masih memprihatinkan bagaimana 30 tahun
sebelumnya. Orang macam apakah yang mau menerima mandat menjadi Gubernur
di provinsi semiskin itu?
Saat berkesempatan ke salah satu
wilayah NTT, yaitu Sumba dan Alor beberapa waktu yang lalu. Saya
mendapati kondisi yang satu sisi ada kemajuan yaitu jalan penghubung utama yang
mulus namun di sisi lain banyak warga yang masih harus bersusah payah
mendapatkan air, walau banyak juga dibangun tempat penampungan air di mana
warga bisa mencuci dan mandi di situ.
Tentu
bukan superman yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin melainkan orang yang
sadar betul bahwa dibutuhkan kerja bareng antara rakyat dan pemimpin untuk
dapat keluar dari masalah. Yang menyadari bahwa NTT dianugerahi berkah
yang tidak kalah berharga dari tanah Jawa
Ingatan
orang NTT langsung melayang pada sosok almarhum Ben Mboi yang legendaris.
Anak
mantri kakus itu dibesarkan dalam keluarga bangsawan Manggarai, NTT.
Walaupun menyandang status sebagai keluarga bangsawan, jangan disamakan dengan
kehidupan bangsawan Jawa. Keluarga bangsawan Manggarai hidup diliputi
kekurangan. Saat musim paceklik berkepanjangan dikenal istilah Ngéndé
yaitu satu keluarga yang meminta bantuan pangan terhadap keluarga dari pihak
ibu.
Walaupun
melarat, Ben Mboi berotak cerdas. Ia berhasil menyelesaikan kuliahnya di
fakultas Kedokteran UI lalu ikut wajib militer untuk membebaskan Irian
Barat. Keikutsertaannya dalam wamil lantaran tersinggung dengan
ucapan kawannya yg mempertanyakan partisipasi rakyat NTT dalam merebut
kemerdekaan. Ben menjadi dokter pertama yang juga penerjun payung.
Ia menjadi dokter kabupaten
merangkap dokter rumah sakit di Flores selepas wamil. NTT saat itu hanya
punya 18 dokter. Saat bertugas di tahun 1965, Ben bersama istrinya,
Nafsiah yang juga seorang dokter, berkeliling kabupaten Ende baik dengan jalan
kaki atau menumpang truk untuk menyelesaikan kasus-kasus kesehatan di
sana. Boleh dibilang ia adalah dokter pertama dan terakhir mengelilingi
Ende dengan berjalan kaki.
Karakter
Ben yang keras, tanpa basa basi dan tidak suka berpolitik kadang menyeretnya ke
situasi yang tidak menguntungkan. Bahkan saat ia masih berpangkat Kapten,
Ben harus menghadap Menteri Panglima Angkatan Darat yang saat itu dijabat oleh
Jenderal Achmad Yani akibat protesnya kepada Komandan Kodim Ende gara-gara satu
tulisan yang meresahkan umat Katolik di Ende.
Ben
Mboi tidak jadi dipecat karena Achmad Yani justru menaruh perhatian khusus
padanya sejak awal kasus.
Selama
karirnya menjadi dokter kabupaten, Ben Mboi dihadapkan pada beragam kasus
kesehatan dari penyakit endemis kaki gajah yang menahun, Malaria, usus buntu
sampai masalah kebiasaan buang air besar masyarakat Ende di tepi pantai akibat
tidak tersedianya jamban.
Ben
menolak menjadi anggota DPR untuk kedua kalinya karena merasa menderita selama
bergabung di parlemen. Ia merasa tidak memiliki ilmu di parlemen dan
memilih untuk mengambil master dalam bidang kesehatan di Belgia.
Usulannya tentang konsep asuransi kesehatan prabayar untuk para petani yaitu
Dana Kesehatan Rakyat (DKR) disetujui oleh El Tari, Gubernur NTT saat
itu. DKR bersinergi dengan Koperasi Unit Desa. Dari sisa hasil
usaha anggotalah DKR dapat berjalan.
Ben
Mboi diangkat menjadi gubernur saat El Tari meninggal di tahun 1978. Ia
menjadi gubernur NTT yang ketiga. Sesuai dengan julukan sebagai Nusa
(S)engsara Timur, di tahun-tahun awal masa jabatannya sebagai gubernur, NTT
bolak-balik ditimpa bencana dari gempa bumi, tanah longsor, kelaparan sampai
serangan hama tikus dan belalang Bahkan pada tahun 1979 satu daerah
yaitu desa Waiteba di Lembata, lenyap akibat tsunami yang disebabkan oleh
letusan gunung Hobal. Ben Mboi sempat dipersalahkan oleh warga NTT karena
setahun sebelumya seorang wartawan sudah memberitakan di koran Sinar Harapan
mengenai dugaan bencana namun tidak mendapat tanggapan.
Tanah NTT yang getas dan keras kondisinya
tidak akan bisa disamakan dengan Jawa. Itulah yang membuat program
Bimbingan Massa (Bimas) gagal diterapkan di NTT. Kesalahan strategi
peningkatan tanaman pangan melulu berbasis padi sawah tidak cocok dengan
kondisi tanah gersang dan iklim NTT yang memiliki curah hujan rendah. .
Melalui
operasi Nusa Makmur, para pemimpin dan rakyat NTT dipaksa mengenali kondisi
tanah sekaligus mengembalikan kearifan lokal dalam tanaman pangannya seperti
padi ladang dan jagung.
Kegagalan
dalam operasi Nusa Makmur dievaluasi dan diimpementasikan dalam operasi Nusa
Hijau, operasi berikutnya yang fokus pada penanaman tumbuhan berakar kuat dan
bernilai ekonomis yang bisa bertahan hidup di alam NTT seperti pohon lamtoro
yang berguna untuk konservasi tanah dan air sekaligus juga makanan ternak.
Demikian
pula dengan varietas Jagung Arjuna yang dikembangkan di ladang-ladang
NTT. Memang petani panen raya jagung saat itu, kekurangannya ternyata
jagung tersebut tidak tahan lama dan petani tidak dibekali teknik penyimpanan
yang benar untuk varietas ini plus ternyata hasil panen yang begitu besar tidak
terserap oleh pasar.
Infrastruktur yang juga turut
menjadi biang keladi terhadap hilangnya akses kemakmuran juga diperbaiki dengan gotong royong, pelabuhan pun
diperbanyak dan diperluas.
Keberhasilan
dan kegagalan kerap mewarnai masa tugas Ben Mboi. Membicarakan
keberhasilan saja adalah mustahil karena dari kegagalan lah setiap pemimpin
dapat menarik pelajaran.
Dinamika
kepemimpinan Ben Mboi membawanya beserta istri pada penghargaan Ramon Magsaysay
for Government Service.
Lalu
apakah di bawah kepemimpinan Ben Mboi selama 10 tahun itu NTT mendadak sontak
menjadi makmur? Tentu tidak semudah itu. Diperlukan cetak biru yang
berisi pemahaman kondisi NTT di segala bidang dan program-program yang tepat
guna serta tepat sasaran yang juga harus berkesinambungan karena kini masalah
yang berkembang tidak dapat lagi dibebankan pada buruknya infrastruktur atau
cuaca yang tak menentu melainkan pada kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan
alam. Kebijakan tidak dapat lagi hanya bersifat top-down seperti jaman
Orde Baru yang kita tahu Ben Mboi berasal dari kultur tentara di jaman itu.
Dalam
cuplikan buku 50 Tahun Ziarah Pangan
Nusa Tenggara Timur diungkapkan minimnya penguasaan teknologi pangan untuk
nilai tambah. NTT surplus pisang, namun pisang hanya dijual begitu saja
ke luar lalu kembali ke NTT sebagai keripik pisang dan pisang molen.
Berhektar-hektar ladang jagung tak bisa dipanen karena kekurangan tenaga akibat
banyak warga yang menjadi TKI namun banyak warga yang menggemari emping jagung
asal Surabaya. Alpukat di NTT hanya jadi makanan babi sedangkan di
Jakarta, makanan babi itu disukai semua kalangan.
Juga
konflik baru yang juga butuh perhatian khusus dari pemerintah provinsi, yaitu
konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang yang kian hari kian menajam
dan sering berujung pada tindakan kekerasan.
Singkat kata siapapun pemimpinnya,
ia harus benar-benar tahu potensi dan kekurangan daerahnya dan mampu bekerja
sama dengan warga untuk mempertajam kelebihan wilayah dan menyiasati kekurangan
yang ada.
Catatan: Ini juga dimuat di http://latarsastra.com/
Referensi:
-
Ben
Mboi: Memoar Seorang Dokter, Prajurit dan Pamong Praja
-
Mollo,
Pembangunan dan Perubahan Iklim
-
50
Tahun Ziarah Pangan Nusa Tenggara Timur
-
Ekspedisi
Jejak Peradaban NTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar