Sabtu Sore, halaman depan kantor
penerbit Komunitas Bambu di Beji-Depok yang tidak seberapa luas itu penuh sesak
dengan kehadiran anak-anak muda.
Di depan terdapat satu meja penuh
buku-buku yang akan dijual. Salah satunya
adalah tentang Njoto, salah satu tokoh penting PKI di samping DN Aidit yang ditulis
oleh Fadrik Aziz Firdausi. Di sisi kanan
terdapat meja dengan minuman teh, kopi dan pisang goreng untuk yang hadir.
Ada beberapa orang pria dengan
usia tergolong senior sedang berbincang-bincang, salah satunya adalah sejarawan
senior Peter Kasenda. Yang namanya
Fadrik pastilah salah satu teman berbincang beliau.
Yang hadir segera mengambil
tempat duduk saat moderator sekaligus MC mengumumkan acara bedah buku akan
dimulai.
Seorang anak muda bertubuh kurus
dan berkacamata ikut duduk di samping moderator, ternyata itulah Fadrik Aziz
Firdausi, sang penulis. Pemuda kelahiran 1991 itu duduk di sebelah sejarawan
senior mengesankan kelahiran generasi sejarawan muda yang turut memberi warna
terhadap tafsir sejarah.
Menjadi semakin menarik karena
penulis ini berlatar belakang Nahdlatul Ulama yang sebelum peristiwa 1965
banyak terlibat konflik dengan PKI.
Cerita-cerita tentang konflik
itulah yang membuatnya tertarik untuk menggali lebih dalam tokoh-tokohnya. Dan, Njoto yang menjadi pilihannya. Judul yang dipilih adalah Njoto: Biografi Pemikiran 1951-1965