28 Mei 2014

Petisi 50: Jaman Kowe Ora Penak Blas..

"Isih penak jamanku toh Le", tulisan dengan gambar muka lelaki tua tersenyum ramah memang kerap berseliweran, memancing senyum siapa saja yang melihat.

Sesaat tulisan itu memang seperti lelucon, namun lama kelamaan terasa seperti pariwara tentang jaman di mana sandang-pangan-pendidikan dapat dijangkau oleh rakyat kebanyakan, kira-kira seperti itulah pesan yang ingin disampaikan.  Toh tagline populer itu sempat masuk menjadi tema kampanye Golkar yang mengundang Mamiek Soeharto sebagai juru kampanye

dari google
Bagi Chris Siner Key Timu, mantan dosen Universitas Atmajaya, kalimat bernada olok-olok seperti ini terasa mencemaskan.  Ia masih ingat saat dipecat dari jabatannya sebagai dosen sekaligus  pembantu rektor di Universitas tersebut gara-gara ikut menandatangani Petisi 50 ditahun 1980.

Petisi 50 adalah petisi dari kelompok yang berawal dari forum komunikasi dan studi Angkatan Darat lalu berkembang menjadi Lembaga Kesadaran Berkonstitusi yang diikuti oleh sipil dan para purnawirawan.  Tercatat para penanda tangan Petisi ini adalah sejumlah tokoh negarawan yang amat dihormati integritasnya. Di antaranya adalah Ali Sadikin, Mohamad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, AH Nasution, Burhanuddin Harahap, SK Trimurti dan Hoegeng Iman Santosa.  Nama petisi 50 berasal dari Ali Moertopo

17 Mei 2014

Amir dan Sjahrir : Tragedi Duo Sosialis

Bagaikan 2 orang yang bertemu dalam perjalanan, bersama beberapa saat dan berpisah kala menemukan jalan bersimpang.  Sempat akrab namun berlalu begitu saja.

Kira-kira seperti itulah hubungan antara Sutan Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin.  Dua orang yang sangat berpengaruh dalam kabinet.  Sama-sama orang Sumatera yang mengenyam tradisi pendidikan barat di Leiden, Belanda.

Amir Sjarifoeddin & Sutan Sjahrir di Madiun (dari google)

Sama-sama menganut paham sosialis namun dengan kecenderungan berbeda.  Amir dekat dengan paham komunis sedangkan Sjahrir anti komunis.  

Menurut Soemarsono, tokoh pemuda dalam pertempuran Surabaya dan pemberontakan Madiun, Amir sempat diusulkan menjadi pembaca naskah proklamasi namun batal karena yang bersangkutan masih berada dalam penjara.