27 Mei 2012

Nasionalisme dan Penindasan

Jaman pra kemerdekaan para pemuda membangun nasionalisme dengan mengangankannya sebagai bentuk masyarakat mandiri dan berdaulat.  Penting bagi mereka untuk menanamkan konsep nasionalisme sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah air dan meraih persamaan derajat antara pribumi dan kolonial.

Bung Karno pun memakai unsur unsur Nasionalisme untuk menamai partainya. Namun di saat semua orang terbakar jiwanya, Sjahrir datang dengan konsep humanisme dan demokrasi, mirip dengan Hatta.

Menurutnya tanpa demokrasi nasionalisme bisa bersekutu dengan feodalisme. Terdengar seperti mundur ke jaman dimana sekumpulan priyayi berusahan membangun nasionalisme Jawa namun tanpa mau melepaskan status kepriyayian mereka.

Ultra nasionalisme yang berlebihan berpotensi jatuh pada totaliter dan fasisme.  Hitler dengan supremasi ras Arya-nya merupakan contoh terbaik dalam meletakkan nasionalisme Jerman di atas penghargaan atas manusia.

Prinsip Right or Wrong is My Country, apa boleh buat menjadi alasan yang sering dipakai untuk membenarkan tindakan kekerasan atas nama nasionalisme.

Humanisme bukan sesuatu yang populer di jaman pergerakan, namun sebenarnya memberikan pengaruh kuat terhadap pembelaan bangsa yang tertindas.  Max Havelaar karya Multatuli kental dengan muatan humanisme sang pengarang.

Nasionalisme, Humanisme dan demokrasi mutlak diperlukan dalam pemerintahan  Humanisme dan demokrasi mencegah nasionalisme melebar menjadi  penindasan terhadap perbedaan,

Sjahrir dan Hatta yang lama bermukim di Belanda mungkin kurang memahami nasionalisme ala Soekarno.  Sjahrir dan Hatta tidak mengalami rasa minder sebagai pribumi seperti yang dialami Soekarno di masa kecilnya.  Keduanya tumbuh dalam keluarga yang relatif mampu secara ekonomi.  Suatu hal yang berlawanan dengan Soekarno yang anak seoranng guru desa.

Tidak heran jika Soekarno kental dengan dongeng dongeng kebesaran Majapahit, sesuatu yang kemudian sering menjadi muatan dalam pidatonya sedangkan Sjahrir dan Hatta asing dengan candi-candi.  Mereka lebih mengakrabi rasionalisme alat barat.

Sjahrir dan Hatta ke depannya tidak khawatir dengan banyaknya partai sedangkan Soekarno memilih demokrasi terpimpin untuk mengontrol keberadaan partai.

Ke depannya Sjahrir mungkin benar dengan humanismenya, Soekarno dengan nasionalisme yang menyala nyala mulai melupakan demokrasi dan mulai terlalu mendominasi, berakhir dengan kejatuhan yang pahit.

12 Mei 2012

Menghargai Tembakau


Saya perempuan dengan tingkat pendidikan tidak terlalu tinggi, SES-nya mungkin kalau mengikuti peringkat Nielsen akan masuk SES-A, kecerdasan juga standar.  Saya juga bukan tipe perempuan yang radikal, biasa biasa saja.

Saya bukan perokok, kadang-kadang saja merokok tapi lebih banyak tidaknya.  1 bungkus Marlboro masih tersimpan rapi di laci kantor selama berbulan bulan tanpa berniat mengisapnya.  Saya juga tidak suka melihat orang merokok seenaknya di angkot atau di bis. Tapi saya menyukai perokok yang beretika.

Saya tidak berkepentingan dengan merk rokok atau pabrik rokok manapun.  Otak saya terlalu bodoh untuk menganalisa apa ada agenda tersembunyi dibalik kampanye anti rokok atau apakah produsen rokok terkenal yang rajin mensponsori pagelaran budaya mempunyai motif tertentu

Waktu kecil saya sempat mempunyai stigma buruk tentang perempuan perokok, kurang elok kelihatannya.  Namun semakin besar kesan itu hilang dengan sendirinya.  Perempuan perokok sama saja dengan laki laki perokok.

Namun lagi lagi saya merasakan kegelisahan yang sangat jika mengamati seluk beluk rokok kretek yang berhadapan dengan kampanye kesehatan.   Bisa jadi kegelisahan berawal dari rasa antipati melihat maraknya iklan anti rokok yang provokatif berseliweran di ruang publik.  Namun di sisi lain publik menikmati fasilitas yang dibangun dari pajak rokok yang mereka maki sebagai pembunuh nomer satu.
Tidak tahu atau hipokrit?              
                       
Sering emosi saya tersulut melihat comment anti rokok.  Bukan berarti saya menganggap merokok itu sehat.  Namun saya menganggap rokok yang berbahan tembakau asli dengan saus cengkeh yang asli berbungkus klobot tidak lebih membahayakan dari sandung lamur.  Jika digunakan berlebihan akan membahayakan kesehatan, sama seperti obat.  Sayang dokter lebih tertarik membicarakan bahayanya rokok tanpa berniat meneliti lebih lanjut.

Rokok bagi kebudayaan Indonesia juga merupakan alat komunikasi sosial, jika diperhatikan di kampung-kampung, saat pertemuan selalu disediakan rokok yang dikeluarkan dari bungkusnya.
Ada banyak kisah budaya dan perlawanan dalam sebatang rokok. Bahwa semula cengkeh dioleskan di atas rokok untuk mengurangi sakit di dada.  Rara Mendut menggunakan rokok untuk menjadi perempuan merdeka menghalangi niat Wiroguna yang ingin menjadikannya selir.


Tentu saja saya tidak ingin anak saya merokok di usia dini, namun itu tidak membuat saya serta merta memusuhi tembakau.  Terlalu banyak hal yang lebih patut dimusuhi daripada tembakau. Saya selalu percaya bahwa semua di dunia ini diciptakan dengan manfaat bagi kemaslahatan manusia.

Pabrik rokok menampung jumlah tenaga kerja yang masif.  Ada penelitian yang menyebutkan saat krisis moneter tahun  1998 imbasnya hampir tidak terasa pada pabrik rokok.  Dalam satu daerah kehidupan masyarakat sangat terkait dengan panen tembakau. Dari mulai keranjang, buruh, ojek sampai warung makan.  Tembakau telah menghidupi jutaan petani dari jaman dulu sampai pada generasi sekarang.

Mereka yang sama sekali tidak tahu menahu tentang seluk beluk tembakau dengan seenaknya menyuruh para petani tembakau berganti mata pencahariaan.  Sama sekali tidak sadar bahwa mereka juga menjadi pembunuh sekian juta petani..

Tembakau dan cengkeh produksi Indonesia merupakan unggulan yang mengancam produk tembakau Amerika, kini produk unggulan yang harusnya dijaga dan dipertahankan dengan seenaknya diinjak oleh Negara lain, dianggap berbahaya dan dilarang.  Sementara mereka pula yang dengan semangat mengakuisisi perusahaan rokok kita.

Tentu saja kita sangat berhak marah dan terhina kala hasil hasil bumi kita dianggap sumber penyakit oleh orang luar.

 Orang luar yang seenaknya mengacak acak tatanan alam dan dibiarkan oleh penguasa.  Kalau sudah begitu tidak ada kata selain...LAWAN ..!